Setiap jaringan maupun organ tubuh pasti membutuhkan oksigen untuk dapat bekerja dengan baik. Ketika terjadi hipoksemia, maka kondisi ini juga dapat mengganggu kerja organ hingga dapat mengancam nyawa. Mari kita bahas lebih lanjut.
Oksigen sangat dibutuhkan oleh tubuh agar metabolisme di dalamnya dapat berjalan dengan baik. Oleh karena itu, sangat penting untuk menjaga kadar oksigen dalam darah agar tetap cukup sehingga tidak mengalami hipoksemia sehingga aliran ke organ dan jaringan juga cukup.
Pengertian
Hipoksemia adalah kondisi dimana aliran darah, khususnya arteri, tidak mengandung oksigen yang cukup. Dalam aliran darah, oksigen diikat oleh hemoglobin yang ada di sel darah merah untuk dibawa ke seluruh tubuh hingga ke setiap sel dan jaringan yang membutuhkan.
Untuk dapat menilai kadar oksigen dalam darah dapat melalui pemeriksaan saturasi oksigen atau SpO2 dan tekanan oksigen arteri (PaO2). Pemeriksaan menggunakan alat saturasi oksigen lebih mudah untuk dilakukan karena bisa menggunakan alat yang relatif kecil dan ditempel pada ujung jari.
Nilai saturasi oksigen yang diharapkan adalah di atas 95% untuk dapat dikatakan dalam batas normal. Sedangkan ketika hasil menunjukkan 90-94% menandakan adanya hipoksemia ringan. Jika hasil menunjukkan di bawah 90% menunjukkan hipoksemia berat dan membutuhkan penanganan segera.
Sedangkan pemeriksaan tekanan oksigen arteri membutuhkan tenaga kesehatan dan pihak laboratorium untuk melakukan pemeriksaan analisa gas darah. Dari rangkaian pemeriksaan analisa gas darah akan menunjukkan kadar oksigen dalam darah normal jika berada dalam rentang 75-100%.
Penyebab
Banyak hal yang dapat menyebabkan seseorang mengalami hipoksemia. Penyebab utama bisa disebabkan oleh sumber oksigen yang rendah maupun gangguan dalam distribusi oksigen di dalam tubuh.
Ketika berada di lingkungan dengan kadar oksigen yang rendah, maka kebutuhan oksigen akan lebih sulit untuk dipenuhi meskipun memiliki metabolisme tubuh yang baik. Pada area yang cukup tinggi, biasanya kadar oksigen akan lebih rendah sehingga bisa menyebabkan hipoksemia.
Selain itu, pada kondisi keracunan bahan kimia seperti sianida maupun methemoglobinemia dapat mengganggu pengikatan oksigen sehingga dapat menyebabkan kondisi hipoksemia dalam tubuh.
Ketika keracunan karbonmonoksida, gas ini dapat menggantikan posisi oksigen untuk dapat diikat oleh hemoglobin. Hal ini memicu terjadinya hipoksemia dalam darah meskipun lingkungan sekitar memiliki cukup kadar oksigen.
Hemoglobin memiliki peranan sangat penting untuk dapat mengikat oksigen dan membawanya ke seluruh tubuh untuk dapat mendistribusikan oksigen yang dibutuhkan. Namun pada kondisi anemia, dimana kadar sel darah merah maupun hemoglobin rendah, maka kemampuan ini juga terbatas dan memicu terjadinya hipoksemia.
Ketika ada masalah pada organ paru seperti infeksi maupun sumbatan seperti pneumonia, asma, penyakit paru obstruktif kronis (PPOK) hingga emboli paru dapat mengganggu pertukaran oksigen. Hal ini dapat menyebabkan hipoksemia.
Selain itu, kondisi hipoksemia dapat juga disebabkan oleh gangguan ventilasi dan perfusi. Ketika seseorang mengalami hipoventilasi, dimana napas terlalu lambat dan dangkal seperti pada kelemahan otot pernapasan dapat menyebabkan hipoksemia.
Gangguan pada sistem sirkulasi darah juga dapat menyebabkan hipoksemia. Ketika terdapat penyakit jantung bawaan maupun gagal jantung dapat mempengaruhi kemampuan jantung untuk memompa darah kaya oksigen. Hal ini dapat memicu terjadinya hipoksemia hingga hipoksia.
Gejala
Oksigen memiliki peranan yang sangat penting untuk metabolisme tubuh dari tingkat sel hingga organ. Ketika kadar oksigen dalam darah rendah maka oksigen yang dialirkan ke jaringan maupun organ juga minimal. Oleh karena itu, hal ini juga dapat menimbulkan berbagai gejala seperti sesak napas.
Ketika kadar oksigen dalam darah sudah menimbulkan kurangnya oksigen dalam otak maka dapat memicu terjadinya kebingungan hingga penurunan kesadaran. Sedangkan pada jaringan perifer dapat menimbulkan tanda dan gejala berupa perubahan warna menjadi kebiruan pada kulit, bibir hingga area jari yang disebut dengan sianosis.
Sebagai bentuk kompensasi tubuh, ketika mengalami hipoksemia maka akan terjadi juga peningkatan denyut jantung hingga dapat juga ditemukan gangguan irama jantung karena upaya jantung untuk dapat lebih lagi memompa darah untuk dapat memenuhi kebutuhan oksigen.
Faktor Risiko
Faktor risiko hipoksemia dapat dibagi menjadi dua golongan besar, yaitu faktor eksternal dan faktor internal. Faktor eksternal yang dapat meningkatkan risiko terjadinya hipoksemia adalah berada di dataran tinggi dengan kadar oksigen lingkungan di sekitar yang relatif lebih rendah. Hal yang serupa dapat terjadi pada ruangan dengan ventilasi yang buruk.
Sedangkan faktor internal dapat berasal dari gangguan pada organ paru maupun jantung. Kedua organ ini memiliki peranan yang sangat penting untuk dapat mengalirkan darah dengan kadar oksigen yang cukup untuk memenuhi kebutuhan organ dan jaringan.
Riwayat PPOK, asma, pneumonia, emboli paru, fibrosis paru dapat meningkatkan risiko hipoksemia. Sedangkan kondisi gagal jantung dan kelainan jantung bawaan juga dapat mengganggu aliran darah dengan cukup oksigen.
Untuk dapat membawa oksigen yang cukup, tubuh membutuhkan hemoglobin yang berada di sel darah merah. Pada kondisi anemia, methemoglobinemia dan keracunan sianida, fungsi hemoglobin akan mengalami gangguan sehingga dapat meningkatkan risiko mengalami hipoksemia.
Gangguan pada otot pernapasan, baik yang disebabkan oleh gangguan sistem saraf maupun muskular dapat mempengaruhi kualitas kerja otot pernapasan. Jika kerjanya tidak optimal, maka napas bisa mengalami hipoventilasi dan menyebabkan rendahnya kadar oksigen dalam darah atau hipoksemia.
Selain itu, riwayat kebiasaan buruk lainnya juga dapat meningkatkan risiko mengalami hipoksemia seperti merokok, kegemukan, sleep apnea hingga overdosis opioid.
Diagnosis
Anamnesis
Pada tahap awal, dokter akan melakukan wawancara medis dengan menanyakan gejala atau keluhan yang dialami oleh pasien. Jika sudah mengalami penurunan kesadaran, maka informasi ini bisa diperoleh dari pihak keluarga.
Perlu diketahui lebih dalam terkait tanda dan gejala yang dialami serta durasinya. Selain itu, sangat penting untuk dapat mengetahui berbagai faktor risiko yang dimiliki, termasuk riwayat kebiasaan hingga riwayat penyakit khususya yang berkaitan dengan paru dan jantung.
Gejala khas kondisi hipoksemia adalah sesak napas. Jika kondisi ini sudah berlangsung dengan cukup lama, maka hipoksemia dapat juga mempengaruhi kesadaran seseorang. Selain itu, dapat juga disertai dengan sianosis atau kebiruan pada area kulit, bibir hingga ujung jari.
Pemeriksaan Fisik
Pada pemeriksaan fisik awal, harus dilakukan penilaian tanda-tanda vital. Pada pemeriksaan saturasi oksigen dapat ditemukan hasil kurang dari 95%. Selain itu, dapat juga peningkatan laju pernapasan yang disertai dengan peningkatan denyut jantung sebagai bentuk kompensasi tubuh.
Selain itu pada pemeriksaan dada, dokter juga akan melakukan pemeriksaan inspeksi untuk menilai pernapasan untuk melihat adanya hipoventilasi. Pemeriksaan auskultasi menggunakan stetoskop juga akan dilakukan untuk menilai apakah ada obstruksi atau sumbatan pernapasan dan kelainan paru lainnya.
Pada area kulit juga akan dilakukan penilaian adanya sianosis atau tidak, khususnya pada area bibir maupun ujung jari.
Pemeriksaan Penunjang
Selain pemeirksaan saturasi oksigen, penilaian kadar oksigen dalam darah dapat juga dengan pemeriksaan analisa gas darah arteri. Dari pemeriksaan ini dapat menilai tekanan parsial oksigen, tekanan parsial karbondioksida dan pH darah. Pemeriksaan ini penting dilakukan untuk dapat menentukan terapi selanjutnya.
Bila ada kecurigaan gangguan pada organ jantung maupun paru, pemeriksaan penunjang berupa rontgen atau CT scan dada dapat dilakukan. Bila memungkinkan, pemeriksaan fungsi paru dengan spirometri dapat dilakukan pada penderita asma atau PPOK.
Sedangkan untuk menilai organ jantung, pemeriksaan elektrokardiogram (EKG) maupun ekokardiografi atau USG jantung dapat dilakukan.
Terapi
Terapi hipoksemia sangat dipengaruhi oleh penyebab utama kondisi ini. Terapi yang dapat dilakukan secara umum adalah pemberian oksigen sesuai dengan kebutuhan. Pemberian oksigen dapat menggunakan nasal kanul hingga ventilator pada kondisi berat.
Penanganan selanjutnya sangat dipengaruhi oleh sebab utama hipoksemia. Bila diperlukan pemerikan terapi oksigen hiperbarik dapat menjadi pilihan. Setelah terapi, edukasi terkait rehabilitasi paru dan menerapkan pola hidup sehat sangatlah penting untuk mencegah kondisi yang berulang.
Pencegahan
Upaya pencegahan yang dapat dilakukan adalah menghindari berbagai faktor yang dapat meningkatkan risiko hipoksemia. Menerapkan pola hidup sehat dengan menjaga kesehatan paru seperti berhenti merokok, menghindari polusi dan menggunakan alat perlindungan diri jika terpapar zat kimia sangatlah penting.
Jika memiliki penyakit kronis terkait jantung, paru maupun otot pernapasan, sangat penting untuk dapat rutin kontrol dengan dokter yang menangani agar dapat dilakukan evaluasi secara berkala agar tidak menimbulkan hipoksemia di kemudian hari.
Untuk kondisi yang disebabkan oleh infeksi dapat melakukan upaya menjaga kebersihan diri dan lingkungan, termasuk mencuci tangan dengan sabun dan air mengalir. Selain itu, vaksinasi lengkap sangat penting untuk membentuk pertahanan tubuh yang kuat dari infeksi.
Selain itu, penting untuk melakukan pemantauan secara berkala menggunakan oksimetri jika sudah mulai muncul keluhan ke arah hipoksemia. Khususnya jika berada di area dengan kadar oksigen rendah seperti dataran tinggi. Sangat penting untuk menjaga ventilasi udara tetap baik.
Komplikasi
Jika kondisi hipoksemia tidak ditangani dengan baik maka bisa menyebabkan hipoksia pada jaringan. Kondisi ini bisa terjadi pada berbagai organ vital. Jika otak mengalami hal tersebut dapat menyebabkan gangguan saraf permanen hingga koma.
Jika ginjal tidak memperoleh oksigen yang cukup maka dapat menyebabkan gagal ginjal. Hal serupa dapat terjadi pada organ jantung. Ketika kadar oksigen terus menurun maka dapat menyebabkan gagal napas akut yang membutuhkan penanganan segera karena dapat berujung pada multi organ failure hingga kematian.
Kapan Harus ke Dokter?
Jika Anda mengalami sesak napas disertai dengan berbagai tanda dan gejala khas lain seperti peningkatan denyut jantung atau bahkan kebiruan pada kulit hingga sianosis pada bibir maupun ujung jari, sangat penting untuk dapat melakukan pemeriksaan segera ke dokter untuk dapat ditangani sebelum terjadi komplikasi.
Terlebih jika sudah melakukan pemeriksaan mandiri menggunakan alat oksimeter dan menunjukkan hasil kurang dari 95%, sebaiknya segera melakukan pemeriksaan ke dokter untuk dapat ditangani lebih lanjut.
Ditulis oleh dr. Valda Garcia
Ditinjau oleh dr. Ernest Eugene