RS Bunda Group

Bunda Hospital Group

News & Articles

  • Home
  • Pneumonia Pada Orang Dewasa

Pneumonia Pada Orang Dewasa

pneumonia pada orang dewasa

Pneumonia merupakan salah satu penyakit saluran pernapasan yang cukup sering dijumpai, tidak hanya pada anak, namun juga pada orang dewasa. Pneumonia merupakan salah satu penyakit yang dapat dicegah, termasuk dengan vaksinasi. 

Pneumonia merupakan infeksi pada organ pernapasan, yaitu paru-paru. Paru-paru memiliki peranan yang sangat penting pada sistem pernapasan. Sebagai salah satu organ vital, paru-paru berperan dalam proses respirasi, dimana terjadi pertukaran oksigen yang dibutuhkan oleh seluruh sel tubuh dan karbondioksida yang harus dikeluarkan dari tubuh. 

Selain respirasi, paru-paru juga berperan penting dalam menjaga keseimbangan tingkat keasaman atau pH darah. Paru-paru juga berperan dalam mengatur kelembapan dan suhu udara yang masuk dalam tubuh hingga melindungi dari patogen. 

Pneumonia dapat disebabkan oleh berbagai infeksi patogen, dari virus, bakteri hingga jamur. Penyebab utama pneumonia akan sangat mempengaruhi tatalaksana hingga tingkat keparahan gejala yang ditimbulkan. 

Penyebab 

Pneumonia dapat disebabkan oleh berbagai mikroorganisme, dari virus, bakteri, jamur hingga parasit. Untuk pneumonia yang disebabkan oleh virus paling sering disebabkan oleh virus influenza, virus parainfluenza, adenovirus, rhinovirus hingga respiratory synctial virus. 

Sedangkan untuk pneumonia yang disebabkan oleh bakteri dapat dipicu oleh infeksi Streptococcus pneumoniae, Haemophilus influenzae, Mycoplasma pneumoniae dan Staphylococcus aureus 

Untuk pneumonia yang disebabkan oleh jamur, biasanya berkaitan erat dengan menurunnya kekebalan tubuh seperti pada penderita HIV/AIDS. Infeksi jamur yang dapat menyebabkan penumonia adalah Pneumocystis jiroveci, Histoplasma, Blastomyces, Coccidioides. 

Berbeda dengan pneumonia pada anak yang lebih sering disebabkan oleh virus, pneumonia pada dewasa lebih sering disebabkan oleh infeksi bakteri, khususnya Streptococcus pneumoniae dan Haemophilus influenzae b. Namun untuk kasus infeksi COVID-19, pada dewasa yang berisiko mengalami komplikasi dapat menimbulkan pneumonia.  

Selain virus, bakteri dan jamur, penumonia juga dapat disebabkan oleh infeksi parasit. Meskipun pneumonia jenis ini cenderung lebih jarang ditemukan. 

Gejala 

Karena pneumonia merupakan infeksi pada paru-paru, maka gejala yang ditimbulkan berkaitan erat dengan sistem pernapasan. Gejala yang ditimbulkan dapat sangat bervariasi dari ringan hingga sangat berat. Hal ini dapat dipengaruhi oleh mikroorganisme yang menyebabkan pneumonia dan kekebalan tubuh.  

Gejala umum yang sering ditemukan pada yang mengalami pneumonia adalah demam tinggi. Kondisi ini dapat disertai dengan keluhan mudah berkeringat. Selain itu, keluhan dapat juga disertai dengan batuk, baik disertai dahak atau tidak. Pada batuk berdahak, biasanya warnanya cenderung kehijauan. 

Pada kondisi yang cukup berat, pneumonia dapat memicu sesak napas hingga nyeri dada. Jika keluhan sesak napas berlangsung cukup lama dapat mempengaruhi kadar oksigen dalam darah. Kondisi ini jika tidak ditangani dengan baik dapat menyebabkan gagal napas. 

Gejala penyerta lain yang dapat menyertai jika mengalami pneumonia adalah penurunan nafsu makan, lemas dan mudah lelah. Dapat juga ditemukan keluhan nyeri perut hingga muntah. Namun gejala ini tergolong tidak khas untuk kondisi pneumonia. 

Faktor Risiko 

Kondisi pneumonia sangat dipengaruhi oleh daya tahan tubuh dan risiko terpapar berbagai mikroorganisme yang dapat menyebabkan pneumonia. Pada usia lanjut, khususnya di atas usia 65 tahun lebih rentan mengalami infeksi karena mulai menurunnya kekebalan tubuh. 

Selain itu, orang dengan riwayat penyakit lain dapat menimbulkan penurunan sistem daya tahan tubuh. Hal ini dapat ditemukan pada penderita HIV/AIDS yang cenderung lebih rentan mengalami infeksi hingga pneumonia. 

Berbagai penyakit penyerta lain juga dapat meningkatkan risiko infeksi hingga mengalami pneumonia seperti pada penderita Penyakit Paru Obstruktif Kronik (PPOK), asma, penyakit jantung dan diabetes. 

Pada penderita stroke yang menyebabkan gangguan neurologis dan minimal mobilitas dapat meningkatkan risiko mengalami infeksi, termasuk pneumonia.  Terlebih pada kasus yang harus dirawat dalam jangka waktu cukup panjang di rumah sakit. 

Seorang penderita diabetes memiliki risiko mengalami pneumonia 1,5 hingga 1,7 kali lipat lebih tinggi dibandingkan bukan penderita diabetes. Diketahui pula, risiko seorang penderita diabetes untuk dirawat karena pneumonia meningkat bila terdapat komplikasi diabetes yang diderita dan memiliki riwayat kadar gula darah sangat tinggi, hingga terjadi peningkatan kadar asam tubuh atau ketoasidosis. 

Tidak hanya anak, orang dewasa dengan gangguan gizi, cenderung memiliki kekebalan tubuh yang kurang baik dan lebih rentan untuk mengalami berbagai infeksi hingga pneumonia. 

Infeksi saluran pernapasan, seperti pada kasus infeksi virus biasa, bisa berujung pada pneumonia jika tidak ditangani dengan baik dan tidak memiliki kekebalan tubuh yang baik untuk dapat melawan infeksi yang dialami. 

Penggunaan antibiotik dengan tidak tepat juga dapat meningkatkan risiko resistensi antibiotik. Seharusnya infeksi bakteri tertentu bisa diatasi dengan antibiotik tersebut menjadi tidak berhasil karena adanya resistensi. Sehingga kondisi ini dapat semakin berat hingga menimbulkan komplikasi seperti pneumonia. 

Paparan terhadap mikroorganisme juga dapat meningkatkan risiko mengalami pneumonia. Jika tinggal di area yang sanitasinya kurang baik, terpapar dari area perawatan, hingga adanya anggota keluarga dengan infeksi saluran pernapasan dapat meningkatkan penularan hingga memicu pneumonia. 

Selain itu, imunisasi memiliki peranan yang sangat penting untuk membantu meminimalisir gejala pneumonia. Jika tidak memperoleh vaksinasi yang lengkap, misalnya seperti vaksin pneumokokus dan Haemophilus influenzae tipe b atau Hib, risiko mengalami pneumonia dengan gejala yang lebih berat dapat ditemukan.  

Hal ini dapat terjadi karena daya tahan tubuh atau kekebalan tubuh belum terbentuk terhadap mikroorganisme tersebut. Sedangkan jika sudah divaksinasi, sudah ada antibodi yang terbentuk dan dapat melawan mikroorganisme tersebut jika masuk ke dalam tubuh. 

Diagnosis 

Anamnesis 

Pada pemeriksaan awal, dokter akan melakukan wawancara medis atau anamnesis untuk dapat mengetahui perjalanan penyakit dan berbagai gejala yang dialami dan dikeluhkan. 

Untuk anamnesis, dokter akan menanyakan secara mendetail terkait tanda dan gejala yang dialami untuk dapat mengetahui kemungkinan penyebab utama keluhan saat ini dan memperoleh terapi yang tepat dan efektif. 

Jika terdapat keluhan demam, akan ditanyakan lebih mendalam terkait durasi, karakteristik, pola, suhu tubuh dan apakah dapat ditangani dengan konsumsi obat penurun demam. 

Pneumonia dapat disertai dengan batuk, baik bersifat kering maupun berdahak. Pada pneumonia yang disebabkan oleh bakteri, karakteristik dahak biasanya berwarna kehijauan. 

Selain itu, gejala khas yang biasanya menyertai pneumonia pada adalah sesak napas. Sangat penting untuk diketahui durasinya, apakah ada pemicu sesak sebelumnya, karakteristik sesak hingga apakah ada tanda kecenderungan gagal napas. 

Pemeriksaan Fisik 

Pada pemeriksaan fisik, akan dilakukan pemeriksaan tanda-tanda vital, dari tekanan darah, denyut jantung, laju pernapasan dan saturasi oksigen. Pada pneumonia, biasanya denyut jantung cenderung meningkat, begitu juga dengan laju pernapasan. Sedangkan saturasi oksigen cenderung menurun. 

Akan dilakukan juga pemeriksaan toraks atau dada. Akan dilakukan inspeksi, apakah ada retraksi pada saat bernapas dan karakteristik pernapasan, seperti apakah lebih dalam atau dangkal namun cepat. 

Pemeriksaan palpasi dan perkusi pada area ini juga akan dilakukan, khususnya jika ada kecurigaan pneumonia disertai dengan komplikasi seperti efusi pleura atau empiema yang dapat ditemukan pada infeksi bakteri. 

Dokter juga akan melakukan pemeriksaan auskultasi dengan menggunakan stetoskop. Hal ini dilakukan untuk menilai suara napas dan memastikan apakah ada mengi atau suara napas abnormal lainnya. 

Pemeriksaan Penunjang 

Pemeriksaan penunjang yang rutin dilakukan pada kasus pneumonia adalah pemeriksaan darah lengkap. Dari pemeriksaan ini akan dilihat apakah ada tanda infeksi yang ditandai dengan peningkatan leukosit atau sel darah putih. Bila diperlukan, dokter juga dapat menyarankan pemeriksaan kultur darah untuk dapat memastikan bakteri penyebab pneumonia. 

Selain kultur darah, dokter juga dapat menyarankan kultur dahak jika memiliki kecurigaan terhadap mikroorganisme tertentu dan agar dapat memberikan terapi yang tepat. 

Pemeriksaan gas darah arteri juga dapat dilakukan, khususnya pada kondisi pneumonia yang disertai dengan gangguan pernapasan dan sianosis. Pemeriksaan ini dapat menilai kadar oksigen, karbondioksida dan pH darah. 

Pemeriksaan penunjang lain yang dapat dilakukan adalah rontgen dada. Dengan pemeriksaan ini dokter dapat melihat gambaran paru-paru yang menunjukkan tanda khas pneumonia.  

Bila diperlukan, dokter juga dapat menyarankan pemeriksaan CT scan atau bronkoskopi. Pemeriksaan ini bertujuan untuk memeriksa jaringan paru lebih jelas. 

Terapi 

Terapi dan tatalaksana kasus pneumonia pada anak sangat dipengaruhi oleh penyebab dan tingkat keparahan gejala yang dialami. Dokter akan memberikan terapi suportif berdasarkan keluhan yang dialami. Untuk keluhan demam, dokter akan meresepkan antipiretik untuk membantu menurunkan suhu tubuh. 

Selain itu, sangat penting untuk dapat menjaga agar dapat beristirahat dengan baik agar proses pemulihan lebih cepat. Penting juga untuk menjaga asupan makanan agar kebutuhan nutrisinya dapat terpenuhi dengan baik, termasuk kebutuhan cairan harian agar tidak mengalami dehidrasi. 

Terapi oksigen diberikan pada pneumonia yang disertai dengan sesak napas dan penurunan saturasi oksigen. Bila ada kecenderungan gagal napas, ventilasi mekanis menggunakan alat bantu pernapasan (ventilator) dapat dipertimbangkan.  

Selain itu, jika disertai dengan mengi dan dahak yang sulit untuk dikeluarkan, dokter dapat menyarankan terapi nebulasi. Terkait frekuensinya sangat dipengaruhi oleh kondisi dan derajat keparahan gejala saat ini. 

Untuk terapi definitif, sangat penting untuk dapat mengetahui mikroorganisme utama penyebab pneumonia. Jika disebabkan oleh bakteri, maka akan diberikan antibiotik. Jika disebabkan oleh jamur, dapat diberikan anti jamur. Sedangkan pada infeksi virus, bila diperlukan dapat diberikan antivirus. 

Pada pneumonia yang disebabkan oleh bakteri, jika sudah diberikan antibiotik namun gejala tidak kunjung membaik, perlu curiga adanya resistensi antibiotik. Oleh karena itu, pemeriksaan lebih lanjut dapat dilakukan untuk dapat mengetahui alternatif antibiotik lain yang dapat diberikan sehingga terapi lebih efektif. 

Pencegahan 

Vaksinasi memiliki peranan yang sangat penting dalam upaya pencegahan pneumonia. Selain imunisasi dasar yang wajib dan direkomendasikan oleh pemerintah untuk dapat diberikan saat masih kecil, terdapat beberapa vaksinasi yang dapat diberikan pada dewasa: 

Pneumokokus 

Salah satu infeksi bakteri yang dapat memicu pneumonia adalah pneumokokus. Oleh karena itu, pemberian vaksinasi ini penting untuk membantu membentuk antibodi terhadap pneumokokus. 

Influenza 

Influenza merupakan salah satu jenis virus yang cukup sering ditemukan dan menimbulkan infeksi. Meskipun cenderung menyebabkan gejala yang ringan, namun virus ini juga dapat menyebabkan gejala yang cukup berat jika memiliki imunitas yang kurang baik. Selain itu, virus ini sangat cepat berubah bentuk atau bermutasi, sehingga booster dapat dilakukan setiap tahun agar tetap terlindung. 

COVID-19 

Virus ini dapat menimbulkan gejala ringan hingga berat seperti pneumonia jika menginfeksi seseorang. Oleh karena itu, jika sudah dapat memenuhi kriteria atau rentan terinfeksi, penting untuk dapat menerima vaksinasi COVID-19. 

Selain dengan vaksinasi, menjaga tubuh agar terhindar dari berbagai infeksi dapat dilakukan dengan menjaga kebersihan tubuh dan lingkungan. Salah satu cara sederhana yang dapat dilakukan adalah dengan rutin mencuci tangan. 

Penting untuk menjaga tangan tetap bersih dengan mencuci tangan menggunakan air mengalir dan sabun, terutama sebelum makan dan setelah batuk maupun bersin. Namun jika tidak memungkinkan, penggunaan hand sanitizer dapat menjadi pilihan. Penting juga untuk mengajarkan etika batuk dan bersin di tempat umum agar meminimalisir risiko infeksi. 

Selain itu, imunitas tubuh juga sangat dipengaruhi oleh pola hidup sehat. Penting untuk menjaga konsumsi makanan dengan gizi seimbang, konsumsi cukup air sesuai dengan kebutuhan cairan dan rutin berolahraga. 

Komplikasi 

Pneumonia merupakan salah satu komplikasi dari infeksi saluran pernapasan. Selain itu, pneumonia jika tidak ditangani dengan baik dapat menimbulkan berbagai komplikasi. 

Efusi pleura 

Pada pneumonia yang disebabkan oleh infeksi bakteri jika tidak ditangani dengan baik dapat menimbulkan penumpukan cairan pada lapisan paru. Hal ini bisa memperberat kondisi sesak napas dan dibutuhkan tindakan lebih lanjut untuk dapat mengeluarkan cairan dari rongga tersebut. 

Empiema 

Selain cairan pada rongga antara paru-paru dengan selaputnya, pada area tersebut dapat juga terisi dengan nanah pada kondisi infeksi yang cukup berat. Hal ini memerlukan terapi antibiotik yang lebih intensif dan pengeluaran nanah segera sebelum terjadi perluasan infeksi. 

Sepsis 

Infeksi paru pada pneumonia jika tidak ditangani dengan baik dapat menyebar ke aliran darah dan memicu reaksi inflamasi. Kondisi ini bisa semakin berat hingga menyebabkan syok dan dapat mengancam nyawa. 

Gagal napas 

Salah satu gejala pneumonia adalah sesak napas. Hal ini terjadi karena kurangnya asupan oksigen yang dibutuhkan oleh sel di seluruh tubuh. Jika berlangsung cukup lama, tidak hanya menyebabkan sianosis namun juga dapat menyebabkan gagal napas. 

Gangguan tumbuh kembang 

Pada kasus pneumonia berulang pada anak, maka nutrisi yang masuk dari asupan makanan yang dikonsumsi akan lebih banyak terpakai untuk mengatasi reaksi infeksi dan inflamasi. Kondisi ini menyebabkan anak kurang memiliki nutrisi yang diperlukan untuk tumbuh kembang. 

Kapan Harus ke Dokter? 

Jika memiliki gejala khas pneumonia seperti demam, batuk, sesak napas, terlebih disertai dengan sianosis, sebaiknya segera melakukan pemeriksaan diri ke dokter untuk dapat dievaluasi dan memperoleh terapi lebih lanjut. 

Selain itu, jika mengalami keluhan demam, batuk pilek berulang dan jangka panjang, penting untuk melakukan evaluasi lebih lanjut meskipun gejala cenderung bersifat ringan. Hal ini penting untuk dilakukan untuk dapat mencegah perkembangan penyakit menjadi pneumonia. 

Sangat tidak disarankan untuk konsumsi antibiotik tanpa instruksi dokter maupun tidak dikonsumsi sesuai saran dokter, baik frekuensi maupun durasi yang selalu disarankan untuk dihabiskan. Penggunaan antibiotik dengan tidak tepat dapat meningkatkan risiko terjadinya resistensi antibiotik dan dapat memperberat gejala pneumonia karena sulit untuk diobati jika sudah terjadi resistensi. 

Sangat penting untuk dapat melakukan imunisasi dasar secara lengkap sesuai usia yang direkomendasikan untuk dapat mempersiapkan kekebalan tubuh dengan adanya antibodi yang terbentuk dari hasil vaksinasi. 

Selain itu, dapat diberikan vaksinasi tambahan untuk dapat menekan risiko mengalami gejala berat ketika mengalami pneumonia. Hal ini sangat disarankan, khususnya pada kasus dengan risiko tinggi mengalami pneumonia berat. 

Risiko tinggi dapat ditemukan pada orang dengan imunitas rendah, kekebalan tubuh yang tidak optimal dan memiliki risiko terpapar berbagai mikroorganisme yang dapat menyebabkan pneumonia. 

 

Ditulis oleh dr. Valda Garcia
Ditinjau oleh dr. Ernest Eugene

Share This Article: