Kondisi autisme merupakan salah satu keadaan yang sebaiknya dapat diketahui dengan baik berbagai tanda dan gejalanya sehingga kita sebagai orang tua dapat mengenalinya sedini mungkin. Hal ini sangat penting untuk prognosis ke depannya.
Autisme atau gangguan spektrum autisme merupakan kondisi perkembangan saraf yang mempengaruhi cara seseorang berinteraksi dengan orang lain, baik dalam hal berkomunikasi maupun dalam memproses suatu informasi.
Autisme sendiri bukanlah suatu diagnosa penyakit. Autism spectrum disorder atau ASD merupakan suatu gangguan neuropsikologis, atau lebih tepatnya dapat disebut dengan neurodiversitas yaitu variasi alami dalam sistem kerja otak manusia.
Karena autisme bukanlah suatu penyakit, maka tujuan dari tatalaksana dari kondisi ini bukanlah penyembuhan, melainkan memberikan dukungan untuk dapat membantu cara berpikirnya agar dapat berkembang secara optimal.
Sangat penting untuk dapat mengetahui potensial seseorang dengan autisme karena hal ini dapat dikembangkan menjadi sesuatu yang luar biasa karena biasanya individu dengan latar belakang ASD memiliki kemampuan yang unik.
Penyebab
Sampai saat ini masih belum diketahui penyebab utama kondisi autisme pada seseorang. Namun berdasarkan penelitian, faktor genetik dan lingkungan memiliki peranan yang penting dalam memicu terjadinya kondisi ini.
Perlu disadari bahwa autisme bukanlah suatu penyakit. Oleh karena itu, kondisi ini tidak disebabkan oleh pola asuh orang tua. Perlu diketahui apakah ada riwayat serupa dalam keluarga hingga gangguan genetik lainnya. Selain itu, riwayat gangguan pada perkembangan otak juga dapat meningkatkan risiko terjadinya autisme.
Faktor lingkungan seperti adanya riwayat infeksi, paparan zat berbahaya, kecukupan kebutuhan nutrisi hingga konsumsi obat tertentu pada masa kehamilan bisa memiliki peranan yang besar.
Gejala
Kondisi autisme pada setiap individu dapat menimbulkan tanda dan gejala yang sangat bervariasi, tergantung pada derajat keparahannya. Namun pola umum yang dapat terlihat pada orang dengan autisme memiliki gangguan dalam berkomunikasi, interaksi sosial hingga perilaku.
Pada individu dengan autisme dapat ditemukan riwayat keterlambatan bicara, pola bicara yang cenderung mengulang kata atau frasa (ekolalia) hingga adanya kesulitan dalam memulai dan mempertahankan percakapan.
Selain itu, dapat juga ditemukan adanya kesulitan dalam memahami dan mengekspresikan emosi, tidak tertarik untuk berinteraksi dengan orang di sekitarnya, lebih suka untuk menyendiri, tidak merespon saat dipanggil hingga sulit untuk menjaga kontak mata ketika berinteraksi dengan orang lain.
Tanda lain yang cukup khas pada individu dengan autisme adalah adanya perilaku atau minat yang dilakukan secara berulang. Biasanya dapat ditemukan adanya gerakan tertentu yang dilakukan secara berulang, seperti mengayun atau mengepakkan tangan hingga berputar.
Selain itu, biasanya anak dengan ASD lebih fokus dan lebih suka bermain pada bagian tertentu mainan seperti roda. Individu dengan kondisi ini juga biasanya memiliki minat yang mendalam pada aktivitas tertentu.
Pada autisme, dapat juga ditemukan adanya gangguan pada sensitivitas sensorik. Individu dengan autisme biasanya lebih sensitif terhadap stimulus atau rangasang tertentu seperti suara keras, cahaya terang hingga sentuhan. Dengan adanya stimulus ini biasanya akan menimbulkan perasaan tidak nyaman.
Namun di sisi lain, dapat juga menimbulkan respon terhadap stimulus yang terlalu rendah atau dapat disebut dengan hipoaktif. Misalnya ketika menerima stimulus berupa rasa sakit atau suhu ekstrem, individu tersebut bisa tidak memberikan respon atau hanya menunjukkan respon minimal.
Gejala autisme juga dapat berbeda jika dilihat dari segi usianya. Pada anak kecil biasanya lebih ke arah tidak menunjukkan minat seperti pada anak lain seusianya, tidak menoleh ketika dipanggil meskipun fungsi pendengarannya baik, tidak berekspresi hingga tidak bisa bermain sesuatu yang berpura-pura atau peran tertentu.
Sedangkan pada usia yang lebih dewasa dapat ditemukan kesulitan dalam membangun hubungan, baik pertemanan maupun asmara. Individu ini juga dapat merasa tidak nyaman di lingkungan sosial dan bergantung pada rutinitas tertentu yang membuatnya merasa nyaman.
Faktor Risiko
Meskipun penyebab utama autisme belum dapat diketahui dengan pasti, namun beberapa faktor dianggap memiliki peranan penting terjadinya kondisi ini, khususnya faktor genetik dan lingkungan.
Jika terdapat mutasi genetik pada anak maka dapat menimbulkan beberapa tanda dan gejala ke arah autisme. Selain itu, jika ada riwayat autisme di dalam keluarga, maka risiko mengalami hal serupa akan lebih tinggi.
Faktor lingkungan juga memiliki peranan yang sangat penting, khususnya pada masa kehamilan. Jika ada riwayat infeksi, paparan zat kimia tertentu, konsumsi obat-obatan hingga kurangnya nutrisi dapat meningkatkan risiko anak mengalami autisme.
Usia orang tua yang lebih tua juga dianggap dapat meningkatkan risiko terjadinya kondisi autisme. Selain itu, anak dengan berat badan lahir rendah juga lebih berisiko mengalami ASD.
Perkembangan otak juga memiliki peranan yang penting. Jika tidak cukup nutrisi yang dibutuhkan untuk pertumbuhan dan perkembangan, maka dapat meningkatkan risiko terjadinya autisme.
Terdapat mitos yang menganggap vaksin tertentu dapat memicu terjadinya autisme. Namun hal ini tidak terbukti. Berbagai penelitian telah dilakukan untuk menilai hubungan keduanya, namun hasilnya menunjukkan bahwa vaksinasi, termasuk MMR (measles, mumps, rubella) tidak berkaitan dengan kondisi autisme.
Diagnosis
Anamnesis
Untuk dapat menegakkan adanya gangguan spektrum autisme pada seseorang harus dilakukan oleh tenaga profesional seperti dokter spesialis anak, psikolog, psikiater atau ahli perkembangan melalui serangkaian pemeriksaan dan evaluasi secara menyeluruh.
Pada pemeriksaan awal, dokter akan melakukan wawancara medis atau anamnesis untuk mengetahui lebih detail terkait tanda dan gejala yang dialami oleh individu terhadap orang yang berada di sekitarnya seperti orang tua dan pengasuh.
Dokter dapat melakukan screening perkembangan dengan kunjungan rutin menggunakan kuesioner yang sesuai dengan usia individu saat pemeriksaan. Kuesioner yang sering digunakan adalah M-CHAT (modified checklist for autism in toddlers) untuk usia 16-30 bulan.
Dokter juga akan menilai berbagai faktor risiko yang mungkin ada, termasuk selama masa kehamilan.
Pemeriksaan Fisik
Pada pemeriksaan fisik awal, dokter akan melakukan pemeriksaan tanda-tanda vital dari tekanan darah, denyut jantung, laju pernapasan hingga suhu tubuh. Pada pemeriksaan tanda-tanda vital dapat ditemukan secara keseluruhan dalam batas normal.
Pemeriksaan yang diperlukan untuk dilakukan adalah observasi perilaku untuk menilai interaksi dan komunikasi anak, termasuk bagaimana rutinitas anak ketika bermain. Tes seperti ADOS-2 (autism diagnostic observation schedule) dapat dilakukan.
Dokter juga akan melakukan penilaian terkait kognitif dan bahasa untuk menilai kemambuan bicara, keterampilan berpikir dan pemahaman pada individu tersebut. Bila diperlukan, dokter juga dapat melakukan pemeriksaan medis lain untuk dapat membantu menyingkirkan kemungkinan adanya penyakit lain yang mendasari keluhan tersebut.
Berdasarkan DSM-5 (Diagnostic and Statistical Manual of Mental Disorders), kondisi autisme dapat ditegakkan jika seseorang mengalami gangguan interaksi sosial dan komunikasi disertai dengan adanya perilaku berulang dan minat terbatas.
Pemeriksaan Penunjang
Pemeriksaan penunjang seringkali dilakukan untuk membantu menyingkirkan kemungkinan diagnosis banding lain yang dapat mendasari keluhan saat ini. Pemeriksaan fungsi pendengaran seperti audiometri dapat dilakukan untuk memastikan tidak adanya gangguan pendengaran yang menyebabkan anak tidak merespon ketika dipanggil.
Pemeriksaan EEG (elektroensefalogram) dan MRI (magnetic resonance imaging) dapat dilakukan untuk menilai apakah ada gangguan pada sistem saraf. Selain itu, pemeriksaan genetik juga dapat dilakukan.
Terapi
Meskipun kondisi autisme tidak membutuhkan obat khusus, namun berbagai upaya terapi dapat diberikan untuk dapat membantu mengembangkan potensi yang dimiliki. Terapi perilaku (ABA) dapat dilakukan untuk membantu meningkatkan keterampilan sosial dan komunikasi.
Terapi wicara untuk dapat membantu meningkatkan kemampuan berbicara, hingga terapi okupasi untuk membantu mengatasi sensitivitas sensorik. Dukungan edukasi dengan lingkungan belajar yang sesuai merupakan hal yang sangat penting untuk dapat membantu mengoptimalkan potensi yang dimiliki.
Pencegahan
Karena penyebab utamanya masih belum diketahui dengan jelas, namun sangat penting untuk memperhatikan berbagai faktor yang dapat meningkatkan risiko terjadinya autisme, khususnya pada masa kehamilan.
Selama kehamilan, sangat penting untuk dapat melakukan antenatal care sesuai dengan dokter spesialis kandungan dan kebidanan yang menangani. Hal ini penting untuk memantau pertumbuhan dan perkembangan janin, termasuk menilai kecukupan kebutuhan nutrisi pada masa kehamilan seperti asam folat.
Hindari paparan berbagai zat berbahaya pada masa kehamilan seperti konsumsi alkohol, merokok, konsumsi narkoba hingga zat kimia lainnya yang dapat mempengaruhi kesehatan ibu dan janin.
Selain itu, sangat penting untuk tetap sehat dan bahagia atau tidak stres pada masa kehamilan karena hal ini juga dapat mempengaruhi kondisi janin. Jika ada riwayat penyakit kronis, sangat penting untuk dapat kontrol dengan baik agar tidak menimbulkan komplikasi.
Setelah masa kehamilan, sangat penting untuk melakukan pemantauan rutin terkait pertumbuhan dan perkembangan anak. Jika terdapat keterlambatan seperti speech delay, sangat penting untuk dapat melakukan pemeriksaan lebih lanjut dengan dokter agar dapat segera diberikan terapi yang sesuai.
Komplikasi
Pada individu dengan autisme yang potensinya tidak dikembangkan dengan baik dapat terus mengalami kesulitan dalam interaksi sosial, berkomunikasi, memiliki gangguan emosi dan perilaku, gangguan kesehatan mental hingga kesulitan dalam idang akademik maupun ketika berada di lingkungan pekerjaan.
Kapan Harus ke Dokter?
Sangat penting untuk memantau pertumbuhan dan perkembangan anak, dari masa kehamilan hingga usia 2 tahun. Meskipun autisme tidak dapat dicegah, namun deteksi dini dapat membantu mengoptimalkan terapi sehingga kemampuan dalam individu dapat dikembangkan dengan baik.