RS Bunda Group

Bunda Hospital Group

News & Articles

  • Home
  • Trypophobia : Penyebab, Gejala dan Kapan Harus Ke Dokter

Trypophobia : Penyebab, Gejala dan Kapan Harus Ke Dokter

trypophobia : Penyebab, Gejala dan Kapan Harus Ke Dokter

Trypophobia mungkin merupakan salah satu jenis fobia yang cukup sering didengar karena banyak orang yang merasa terganggu saat melihat obyek tertentu yang dapat menimbulkan fobia tersebut. Tapi apa sebenarnya yang dimaksud dengan tripofobia? Mari kita bahas lebih lanjut. 

Fobia adalah ketakutan yang berlebihan dan tidak rasional terhadap obyek tertentu, dimana obyek tersebut tidak bersifat berbahaya dan tidak menimbulkan reaksi tertentu terhadap mayoritas orang. 

Obyek penyebab fobia dapat berupa benda, situasi hingga aktivitas tertentu. Ketika terpapar dengan obyek pemicu fobia maka dapat menimbulkan rasa cemas yang begitu besar meskipun obyek tersebut tidak mengancam sama sekali. 

Terdapat begitu banyak jenis fobia berdasarkan penyebab utamanya dan masing-masih fobia tersebut memiliki nama atau istilah sendiri. Tripofobia adalah kondisi dimana adanya rasa ketakutan berlebih atau rasa tidak nyaman yang timbul ketika melihat pola lubang-lubang kecil yang berdekatan. 

Obyek yang biasanya memicu reaksi tripofobia adalah pola pada sarang lebah, biji teratai atau benda lain yang memiliki pola serupa. Ketika melihat benda tersebut, reaksi yang ditimbulkan dapat bervariasi, dari merasa tidak nyaman hingga mual, gatal dan cemas berlebih. 

Penyebab 

Secara garis besar, fobia paling sering disebabkan oleh adanya trauma di masa lalu. Ketika mengalami trauma tertentu yang spesifik bisa menimbulkan fobia di kemudian hari. Seperti orang yang memiliki riwayat dicakar kucing pada masa kecil, bisa menimbulkan fobia terhadap kucing hingga dewasa. 

Faktor genetik dan lingkungan mungkin dapat juga berperan terhadap terbentuknya fobia. Jika berada di lingkungan yang mudah merasa takut ketika menghadapi sesuatu, rasa takut secara berlebih bisa dianggap biasa sehingga berkembang menjadi fobia. 

Perkembangan otak juga dapat memiliki peranan penting dalam terbentuknya fobia. Bagian otak yang sensitif terhadap rasa takut adalah amigdala. Jika area tersebut berkembang menjadi lebih sensitif, maka rasa takut akan lebih mudah dirasakan. 

Sedangkan tripofobia sendiri masih belum dapat diketahui dengan jelas kemungkinan penyebabnya. Respons evolusi kemungkinan bisa menjadi salah satu penyebabnya. Pola yang memicu tripofobia sering ditemukan pada permukaan kulit hewan berbisa, sarang hewan berbahaya hingga manifestasi penyakit menular pada permukaan kulit. 

Oleh karena itu, tubuh menjadi membentuk respons evolusi sebagai upaya perlindungan diri. Ketika melihat obyek lain dengan bentuk atau pola serupa bisa menimbulkan rasa cemas hingga fobia. Hal ini juga dapat mendasari kenapa tripofobia bisa bereaksi juga pada orang tanpa riwayat traumatis sebelumnya. 

Selain bentuk respons evolusi, reaksi yang muncul pada saat melihat pola tertentu pada kondisi tripofobia bisa jadi sebagai penanda adanya penyebab lain seperti gangguan kecemasan atau obsessive compulsive disorder (OCD). Pada orang dengan gangguan kecemasan atau OCD dapat ditemukan juga rasa cemas berlebih terhadap rangsang tertentu. 

Reaksi jijik yang ditimbulkan ketika melihat pola tersebut bisa juga disebabkan oleh keterikatan pola tersebut dengan persepsi ketidakbersihan. Pola tersebut biasanya dapat dikatakan identik dengan sesuatu yang kotor, busuk atau tidak sehat. Hal ini mirip dengan respons evolusi, dimana sebagai bentuk upaya tubuh menghindari dari hal buruk atau bahaya. 

Gejala 

Gejala tripofobia bisa dapat sangat bervariasi antara satu orang dengan yang lain. Namun gejala yang sering muncul ketika melihat pola tersebut adalah rasa takut dan cemas. 

Selain itu, keluhan yang dapat muncul adalah rasa jijik dan mual ketika melihat pola lubang-lubang kecil yang berdekatan dan dalam jumlah yang cukup banyak, seperti pada saat melihat sarang lebah dan biji teratai. 

Keluhan lain yang dapat dirasakan berupa rasa gatal atau sensasi merayap tanpa sebab yang jelas setelah melihat pola tersebut. Tidak jarang ketika mengalami tripofobia merasa panik dan sesak napas. Jantung bisa berdebar-debar hingga mengalami pusing. 

Rasa cemas berlebih juga dapat menimbulkan gejala berupa keringat berlebih dan gemetar. Keluhan pusing dan sakit kepala juga dapat ditemukan hingga menimbulkan reaksi emosional seperti marah dan frustasi. 

Faktor Risiko 

Kondisi fobia pada seseorang dapat dipengaruhi oleh riwayat genetik dan faktor lingkungan. Oleh karena itu, keluarga juga memiliki peranan yang penting. Jika ada riwayat keluarga dengan fobia, bisa jadi Anda mengalami keluhan serupa. 

Fobia seringkali berkaitan erat dengan riwayat trauma sebelumnya. Apabila memiliki pengalaman traumatis terhadap hal tertentu dan akan teringat ketika melihat pola bulat-bulat kecil berdekatan dalam jumlah yang banyak, maka tripofobia dapat muncul. 

Orang dengan riwayat kecemasan berlebih akan lebih berisiko mengalami fobia, termasuk tripofobia. Ketika menghadapi sesuatu yang orang lain bisa mengatasinya, ketika memiliki gangguan kecemasan akan menimbulkan reaksi yang lebih besar. 

Diagnosis 

Anamnesis 

Dalam pemeriksaan, dokter akan melakukan wawancara medis untuk dapat menggali lebih dalam terkait keluhan saat ini untuk membantu menegakkan diagnosis dan menyingkirkan kemungkinan diagnosis banding lainnya. 

Keluhan utama yang sering ditemukan adalah rasa tidak nyaman ketika melihat obyek dengan pola bulat-bulat kecil berdekatan dan dalam jumlah yang cukup banyak. Perlu diketahui durasi keluhan, gejala dan efeknya terhadap aktivitas sehari-hari. 

Pemeriksaan Fisik 

Pada pemeriksaan fisik, dokter akan melakukan pemeriksaan tanda-tanda vital seperti tekanan darah, denyut jantung, laju pernapasan dan suhu tubuh. Ketika reaksi tripofobia sedang berlangsung, maka dapat ditemukan peningkatan seluruh tanda-tanda vital karena adanya rasa cemas berlebih. 

Pemeriksaan Penunjang 

Jika saat berkonsultasi sedang tidak ada reaksi fobia, dokter bisa melakukan pemeriksaan untuk melakukan evaluasi gejala. Dokter dapat menilai reaksi emosional dan fisik ketika dihadapkan dengan obyek yang memicu reaksi tripofobia. 

Dokter juga dapat memberikan kuesioner untuk menilai reaksi terhadap pola visual tertentu, termasuk yang memicu tripofobia, untuk membantuk menegakkan diagnosis sesuai dengan keluhan yang dialami. 

Dokter juga akan melakukan pemeriksaan secara keseluruhan untuk menyingkirkan kemungkinan diagnosis lain seperti OCD dan fobia lainnya yang bisa menimbulkan tanda dan gejala serupa. 

Tripofobia belum diakui sebagai gangguan mental berdasarkan Diagnostic and Statistical Manual of Mental Disorders atau DSM-5, sehingga tidak ada kriteria diagnosis yang standar. 

Terapi 

Terapi yang dapat diberikan pada orang dengan fobia khusus, termasuk tripofobia, adalah dengan terapi paparan atau exposure therapy. Besarnya paparan harus disesuaikan dengan kemampuan dan reaksi terhadap obyek tersebut. 

Dengan upaya ini diharapkan orang tersebut akan secara peralahan menjadi terbiasa terhadap obyek pemicu reaksi fobia. Paparan diberikan dengan obyek yang memicu reaksi ringan, kemudian bertahap akan ditingkatkan ke tahap yang lebih intens. 

Terapi kognitif-perilaku (CBT) juga dapat diberikan. Upaya ini dilakukan dengan tujuan agar dapat mengubah pola pikir negatif terhadap obyek tertentu dengan menantang keyakinan yang tidak rasional. 

Gejala yang ditimbulkan pada kondisi fobia adalah rasa cemas berlebih. Oleh karena itu, salah satu upaya yang dapat dilakukan adalah terapi relaksasi. Teknik meditasi, pernapasan dalam dan relaksasi dapat membantu mengatasi panik, jantung berdebar hingga sesak napas. 

Bila berbagai upaya telah diberikan namun tidak memberikan perubahan bermakna, kombinasi dengan obat-obatan dapat dipertimbangkan. Dokter dapat memberikan obat anti depresan atau anti cemas untuk membantu menangani gejala yang muncul. 

Dukungan dari lingkungan, termasuk anggota keluarga, memiliki peranan yang sangat penting untuk membantu keberhasilan terapi. Upaya ini perlu dilakukan secara bertahap dan jangka panjang agar hasilnya optimal. 

Pencegahan 

Karena penyebab utama dari kondisi ini belum dapat dipastikan, maka upaya pencegahan juga sulit unutk dilakukan. Namun untuk dapat menghindari kondisi ini berkembang semakin berat dapat dibantu dengan menghindari paparan secara berulang. 

Penting untuk membantu kelola stres dan rasa cemas dengan baik. Hal ini perlu diperhatikan karena tanda dan gejala tripofobia berkaitan erat dengan reaksi cemas. Dengan membantu menghindari rasa cemas berlebih, tripofobia dapat dihindari. 

Komplikasi 

Meskipun kondisi tripofobia tidak digolongkan dalam gangguan medis resmi, namun jika reaksi yang ditimbulkan cukup hebat dapat sangat mengganggu aktivitas, termasuk pada saat bekerja dan bersosialisasi. 

Jika memiliki riwayat penyakit mental seperti gangguan cemas berlebih, kondisi tripofobia bisa memperberat kondisi tersebut. Hal ini dapat sangat mempengaruhi kesejahteraan emosional secara keseluruhan. 

Kapan Harus ke Dokter? 

Jika memiliki tanda dan gejala yang mengarah kepada tripofobia dan mengganggu aktivitas karena reaksi yang ditimbulkan cukup besar, sebaiknya bisa melakukan pemeriksaan lebih lanjut dengan dokter. 

Upaya ini penting untuk dilakukan untuk dapat memastikan penyebab utama keluhan yang dialami, apakah disebabkan oleh tripofobia atau ada penyebab lain seperti gangguan cemas atau hal lainnya yang memerlukan terapi lebih lanjut. 

 

 Ditulis oleh dr. Valda Garcia
Ditinjau oleh dr. Ernest Eugene

Share This Article: