RS Bunda Group

Autism : Penyebab, Gejala, dan Penangananya

Kondisi autisme merupakan salah satu keadaan yang sebaiknya dapat diketahui dengan baik berbagai tanda dan gejalanya sehingga kita sebagai orang tua dapat mengenalinya sedini mungkin. Hal ini sangat penting untuk prognosis ke depannya. 

Autisme atau gangguan spektrum autisme merupakan kondisi perkembangan saraf yang mempengaruhi cara seseorang berinteraksi dengan orang lain, baik dalam hal berkomunikasi maupun dalam memproses suatu informasi. 

Autisme sendiri bukanlah suatu diagnosa penyakit. Autism spectrum disorder atau ASD merupakan suatu gangguan neuropsikologis, atau lebih tepatnya dapat disebut dengan neurodiversitas yaitu variasi alami dalam sistem kerja otak manusia. 

Karena autisme bukanlah suatu penyakit, maka tujuan dari tatalaksana dari kondisi ini bukanlah penyembuhan, melainkan memberikan dukungan untuk dapat membantu cara berpikirnya agar dapat berkembang secara optimal. 

Sangat penting untuk dapat mengetahui potensial seseorang dengan autisme karena hal ini dapat dikembangkan menjadi sesuatu yang luar biasa karena biasanya individu dengan latar belakang ASD memiliki kemampuan yang unik. 

Penyebab 

Sampai saat ini masih belum diketahui penyebab utama kondisi autisme pada seseorang. Namun berdasarkan penelitian, faktor genetik dan lingkungan memiliki peranan yang penting dalam memicu terjadinya kondisi ini. 

Perlu disadari bahwa autisme bukanlah suatu penyakit. Oleh karena itu, kondisi ini tidak disebabkan oleh pola asuh orang tua. Perlu diketahui apakah ada riwayat serupa dalam keluarga hingga gangguan genetik lainnya. Selain itu, riwayat gangguan pada perkembangan otak juga dapat meningkatkan risiko terjadinya autisme. 

Faktor lingkungan seperti adanya riwayat infeksi, paparan zat berbahaya, kecukupan kebutuhan nutrisi hingga konsumsi obat tertentu pada masa kehamilan bisa memiliki peranan yang besar.  

Gejala 

Kondisi autisme pada setiap individu dapat menimbulkan tanda dan gejala yang sangat bervariasi, tergantung pada derajat keparahannya. Namun pola umum yang dapat terlihat pada orang dengan autisme memiliki gangguan dalam berkomunikasi, interaksi sosial hingga perilaku. 

Pada individu dengan autisme dapat ditemukan riwayat keterlambatan bicara, pola bicara yang cenderung mengulang kata atau frasa (ekolalia) hingga adanya kesulitan dalam memulai dan mempertahankan percakapan. 

Selain itu, dapat juga ditemukan adanya kesulitan dalam memahami dan mengekspresikan emosi, tidak tertarik untuk berinteraksi dengan orang di sekitarnya, lebih suka untuk menyendiri, tidak merespon saat dipanggil hingga sulit untuk menjaga kontak mata ketika berinteraksi dengan orang lain. 

Tanda lain yang cukup khas pada individu dengan autisme adalah adanya perilaku atau minat yang dilakukan secara berulang. Biasanya dapat ditemukan adanya gerakan tertentu yang dilakukan secara berulang, seperti mengayun atau mengepakkan tangan hingga berputar. 

Selain itu, biasanya anak dengan ASD lebih fokus dan lebih suka bermain pada bagian tertentu mainan seperti roda. Individu dengan kondisi ini juga biasanya memiliki minat yang mendalam pada aktivitas tertentu. 

Pada autisme, dapat juga ditemukan adanya gangguan pada sensitivitas sensorik. Individu dengan autisme biasanya lebih sensitif terhadap stimulus atau rangasang tertentu seperti suara keras, cahaya terang hingga sentuhan. Dengan adanya stimulus ini biasanya akan menimbulkan perasaan tidak nyaman. 

Namun di sisi lain, dapat juga menimbulkan respon terhadap stimulus yang terlalu rendah atau dapat disebut dengan hipoaktif. Misalnya ketika menerima stimulus berupa rasa sakit atau suhu ekstrem, individu tersebut bisa tidak memberikan respon atau hanya menunjukkan respon minimal. 

Gejala autisme juga dapat berbeda jika dilihat dari segi usianya. Pada anak kecil biasanya lebih ke arah tidak menunjukkan minat seperti pada anak lain seusianya, tidak menoleh ketika dipanggil meskipun fungsi pendengarannya baik, tidak berekspresi hingga tidak bisa bermain sesuatu yang berpura-pura atau peran tertentu. 

Sedangkan pada usia yang lebih dewasa dapat ditemukan kesulitan dalam membangun hubungan, baik pertemanan maupun asmara. Individu ini juga dapat merasa tidak nyaman di lingkungan sosial dan bergantung pada rutinitas tertentu yang membuatnya merasa nyaman. 

Faktor Risiko 

Meskipun penyebab utama autisme belum dapat diketahui dengan pasti, namun beberapa faktor dianggap memiliki peranan penting terjadinya kondisi ini, khususnya faktor genetik dan lingkungan. 

Jika terdapat mutasi genetik pada anak maka dapat menimbulkan beberapa tanda dan gejala ke arah autisme. Selain itu, jika ada riwayat autisme di dalam keluarga, maka risiko mengalami hal serupa akan lebih tinggi. 

Faktor lingkungan juga memiliki peranan yang sangat penting, khususnya pada masa kehamilan. Jika ada riwayat infeksi, paparan zat kimia tertentu, konsumsi obat-obatan hingga kurangnya nutrisi dapat meningkatkan risiko anak mengalami autisme. 

Usia orang tua yang lebih tua juga dianggap dapat meningkatkan risiko terjadinya kondisi autisme. Selain itu, anak dengan berat badan lahir rendah juga lebih berisiko mengalami ASD. 

Perkembangan otak juga memiliki peranan yang penting. Jika tidak cukup nutrisi yang dibutuhkan untuk pertumbuhan dan perkembangan, maka dapat meningkatkan risiko terjadinya autisme.  

Terdapat mitos yang menganggap vaksin tertentu dapat memicu terjadinya autisme. Namun hal ini tidak terbukti. Berbagai penelitian telah dilakukan untuk menilai hubungan keduanya, namun hasilnya menunjukkan bahwa vaksinasi, termasuk MMR (measles, mumps, rubella) tidak berkaitan dengan kondisi autisme. 

Diagnosis 

Anamnesis 

Untuk dapat menegakkan adanya gangguan spektrum autisme pada seseorang harus dilakukan oleh tenaga profesional seperti dokter spesialis anak, psikolog, psikiater atau ahli perkembangan melalui serangkaian pemeriksaan dan evaluasi secara menyeluruh. 

Pada pemeriksaan awal, dokter akan melakukan wawancara medis atau anamnesis untuk mengetahui lebih detail terkait tanda dan gejala yang dialami oleh individu terhadap orang yang berada di sekitarnya seperti orang tua dan pengasuh. 

Dokter dapat melakukan screening perkembangan dengan kunjungan rutin menggunakan kuesioner yang sesuai dengan usia individu saat pemeriksaan. Kuesioner yang sering digunakan adalah M-CHAT (modified checklist  for autism in toddlers) untuk usia 16-30 bulan. 

Dokter juga akan menilai berbagai faktor risiko yang mungkin ada, termasuk selama masa kehamilan. 

Pemeriksaan Fisik 

Pada pemeriksaan fisik awal, dokter akan melakukan pemeriksaan tanda-tanda vital dari tekanan darah, denyut jantung, laju pernapasan hingga suhu tubuh. Pada pemeriksaan tanda-tanda vital dapat ditemukan secara keseluruhan dalam batas normal. 

Pemeriksaan yang diperlukan untuk dilakukan adalah observasi perilaku untuk menilai interaksi dan komunikasi anak, termasuk bagaimana rutinitas anak ketika bermain. Tes seperti ADOS-2 (autism diagnostic observation schedule) dapat dilakukan. 

Dokter juga akan melakukan penilaian terkait kognitif dan bahasa untuk menilai kemambuan bicara, keterampilan berpikir dan pemahaman pada individu tersebut. Bila diperlukan, dokter juga dapat melakukan pemeriksaan medis lain untuk dapat membantu menyingkirkan kemungkinan adanya penyakit lain yang mendasari keluhan tersebut. 

Berdasarkan DSM-5 (Diagnostic and Statistical Manual of Mental Disorders), kondisi autisme dapat ditegakkan jika seseorang mengalami gangguan interaksi sosial dan komunikasi disertai dengan adanya perilaku berulang dan minat terbatas. 

Pemeriksaan Penunjang 

Pemeriksaan penunjang seringkali dilakukan untuk membantu menyingkirkan kemungkinan diagnosis banding lain yang dapat mendasari keluhan saat ini. Pemeriksaan fungsi pendengaran seperti audiometri dapat dilakukan untuk memastikan tidak adanya gangguan pendengaran yang menyebabkan anak tidak merespon ketika dipanggil. 

Pemeriksaan EEG (elektroensefalogram) dan MRI (magnetic resonance imaging) dapat dilakukan untuk menilai apakah ada gangguan pada sistem saraf. Selain itu, pemeriksaan genetik juga dapat dilakukan.  

Terapi 

Meskipun kondisi autisme tidak membutuhkan obat khusus, namun berbagai upaya terapi dapat diberikan untuk dapat membantu mengembangkan potensi yang dimiliki. Terapi perilaku (ABA) dapat dilakukan untuk membantu meningkatkan keterampilan sosial dan komunikasi. 

Terapi wicara untuk dapat membantu meningkatkan kemampuan berbicara, hingga terapi okupasi untuk membantu mengatasi sensitivitas sensorik. Dukungan edukasi dengan lingkungan belajar yang sesuai merupakan hal yang sangat penting untuk dapat membantu mengoptimalkan potensi yang dimiliki. 

Pencegahan 

Karena penyebab utamanya masih belum diketahui dengan jelas, namun sangat penting untuk memperhatikan berbagai faktor yang dapat meningkatkan risiko terjadinya autisme, khususnya pada masa kehamilan. 

Selama kehamilan, sangat penting untuk dapat melakukan antenatal care sesuai dengan dokter spesialis kandungan dan kebidanan yang menangani. Hal ini penting untuk memantau pertumbuhan dan perkembangan janin, termasuk menilai kecukupan kebutuhan nutrisi pada masa kehamilan seperti asam folat. 

Hindari paparan berbagai zat berbahaya pada masa kehamilan seperti konsumsi alkohol, merokok, konsumsi narkoba hingga zat kimia lainnya yang dapat mempengaruhi kesehatan ibu dan janin.  

Selain itu, sangat penting untuk tetap sehat dan bahagia atau tidak stres pada masa kehamilan karena hal ini juga dapat mempengaruhi kondisi janin. Jika ada riwayat penyakit kronis, sangat penting untuk dapat kontrol dengan baik agar tidak menimbulkan komplikasi. 

Setelah masa kehamilan, sangat penting untuk melakukan pemantauan rutin terkait pertumbuhan dan perkembangan anak. Jika terdapat keterlambatan seperti speech delay, sangat penting untuk dapat melakukan pemeriksaan lebih lanjut dengan dokter agar dapat segera diberikan terapi yang sesuai. 

Komplikasi 

Pada individu dengan autisme yang potensinya tidak dikembangkan dengan baik dapat terus mengalami kesulitan dalam interaksi sosial, berkomunikasi, memiliki gangguan emosi dan perilaku, gangguan kesehatan mental hingga kesulitan dalam idang akademik maupun ketika berada di lingkungan pekerjaan. 

Kapan Harus ke Dokter? 

Sangat penting untuk memantau pertumbuhan dan perkembangan anak, dari masa kehamilan hingga usia 2 tahun. Meskipun autisme tidak dapat dicegah, namun deteksi dini dapat membantu mengoptimalkan terapi sehingga kemampuan dalam individu dapat dikembangkan dengan baik. 

Mata Ikan : Kenali Gejala dan Penyebabnya

Keluhan mata ikan seringkali ditemukan pada sekitar kita, atau bahkan dialami sendiri. Namun apa sebenarnya penyebabnya dan cara mengatasinya agar tidak kembali muncul? Mari kita bahas lebih lanjut. 

Keluhan mata ikan seringkali kita temukan pada area kaki. Namun ternyata kondisi ini tidak hanya ditemukan pada area tersebut. Mata ikan dapat muncul di berbagai area tubuh yang mengalami penekanan secara berulang dan dalam jangka waktu yang cukup panjang, seperti pada area tangan. 

Mata Ikan 

Mata ikan atau istilah medisnya klavus merupakan suatu kondisi penebalan atau pengerasan kulit yang disebabkan oleh adanya penekanan atau gesekan berulang pada area tersebut dalam jangka waktu yang cukup lama. Dengan kata lain, kondisi ini bisa jadi merupakan bentuk adaptasi tubuh. 

Mata ikan seringkali ditemukan pada area kaki karena pada bagian tubuh inilah yang sering mengalami penekanan dan gesekan. Ketika menggunakan sepatu yang terlalu sempit atau terlalu longgar dapat memicu adanya penekanan maupun gesekan pada telapak dan jari kaki. Hal serupa juga dapat ditemukan pada orang yang sering tidak menggunakan alas kaki saat berjalan. 

Selain itu, jika memiliki kebiasaan olahraga dengan gerakan tertentu yang menimbulkan gesekan dan penekanan dapat meningkatkan risiko mata ikan. Pada orang dengan kelainan struktur kaki dapat juga mengalami mata ikan meskipun menggunakan alas kaki yang seharusnya bersifat nyaman. Hal ini terjadi karena sepatu yang dijual umum tidak sesuai dengan bentuk kaki dengan kelainan struktur.  

Tidak hanya pada area kaki, mata ikan juga dapat terjadi pada area tangan. Contohnya pada orang dengan pekerjaan mengetik atau penggunaan alat tertentu tanpa menggunakan alat perlindungan diri. Hal ini dapat terjadi karena adanya tekanan atau gesekan secara berulang. 

Gejala mata ikan 

Selain ditandai dengan adanya penebalan pada permukaan kulit yang mengalami tekanan dan gesekan berulang, pada mata ikan dapat juga disertai dengan keluhan nyeri ketika mengalami peradangan. Penebalan kulit berupa benjolan kecil dan keras berwarna kekuningan atau keabuan dengan area tengah yang lebih tebal sehingga gambarannya serupa dengan mata ikan. 

Cara mengatasinya 

Pada fase awal mata ikan dapat diatasi dengan perawatan sendiri di rumah menggunakan batu apung untuk mengikis kulit mati yang tumbuh secara berlebihan. Dalam proses ini, melakukan perendaman dengan air hangat dapat sangat membantu untuk melembutkan kulit.  

Selain itu, terapi topikal menggunakan obat yang mengandung asam salisilat dapat membantu melunakkan penebalan pada permukaan kulit. Jika kondisi tidak kunjung membaik dan mengganggu aktivitas, sangat disarankan untuk berkonsultasi lebih lanjut dengan dokter. 

Sangat penting untuk melakukan upaya pencegahan, khususnya untuk mencegah kekambuhan. Penggunaan alas kaki yang nyaman merupakan salah satu hal yang penting untuk mencegah kalus pada area kaki.  

Meskipun mata ikan tidak bersifat berbahaya, namun keluhan nyeri yang ditimbulkan cukup mengganggu aktivitas. Pada orang dengan riwayat penyakit kronis seperti diabetes, gangguan sirkulasi darah maupun neuropati, kondisi ini harus lebih diperhatikan. Khususnya pada klavus yang disertai dengan infeksi dapat berisiko menimbulkan komplikasi berupa selulitis. 

Perbedaan mata ikan dan kapalan 

Meskipun keduanya terbentuk karena adanya tekanan dan gesekan berlebih pada area tubuh tertentu, namun keduanya berbeda. Mata ikan atau klavus biasanya memiliki inti di tengah dan hanya terbentuk di satu titik. Selain itu, klavus bersifat nyeri. 

Sedangkan kapalan atau kalus tidak memiliki inti atau pusat dan biasanya tidak nyeri. Selain itu, kalus biasanya lebih menyebar atau bersifat lebih luas. 

Test Pack : Cara pakai Tespek Untuk Periksa Kehamilan

Cara umum yang sering digunakan dan tergolong mudah untuk diperoleh adalah dengan melakukan pemeriksaan test pack. Namun terkadang masih ada rasa bingung pada saat penggunaannya dan intepretasi hasilnya. Mari kita bahas lebih lanjut. 

Untuk dapat mengetahui seseorang sedang hamil atau tidak, pemeriksaan yang seringkali dilakukan adalah dengan menggunakan test pack. Pemeriksaan ini sangat populer karena bersifat mudah untuk dilakukan dan diperoleh. Selain itu, hasilnya juga cukup akurat dan tidak membutuhkan waktu yang lama untuk dapat mengetahuinya. 

Test pack 

Test pack merupakan alat uji kehamilan sederhana yang digunakan dengan mendeteksi adanya hormon hCG atau human chorionic gonadotropin yang merupakan hormon kehamilan. Hormon ini disebut dengan hormon kehamilan karena biasanya diproduksi setelah adanya penempelan hasil pembuahan ke dinding rahim. Kondisi ini biasanya terjadi beberapa hari setelah konsepsi. 

Terdapat beberapa jenis test pack yang beredar di pasaran. Ada yang berbentuk strip test sederhana, dimana harus dicelupkan ke dalam urin, midstream test  yang dapat langsung diletakkan di bawah aliran urin pada saat buang air kecil hingga digital test yang hasilnya bukanlah dua garis maupun tanda positif (+), tetapi kata pregnant atau non-pregnant. 

Meskipun bentuk test pack dapat sangat bervariasi, namun keakuratannya secara garis besar tidak terlalu jauh berbeda, yaitu sekitar 99%. Karena pemeriksaan ini praktis, mudah digunakan dan hasilnya cepat, maka pemeriksaan ini cukup digemari.  

Namun meskipun tingkat keakuratannya sangat tinggi, bisa saja memperoleh hasil yang salah jika proses pemeriksaan tidak tepat. Oleh karena itu, sebaiknya hasil pemeriksaan menggunakan test packsangat disarankan untuk dipastikan kembali dengan dokter. 

Penggunaan test pack 

Pada wanita dengan usia subur atau sudah mengalami menstruasi, sangat disarankan untuk memiliki kalender khusus terkait dengan siklus menstruasi. Hal ini sangat penting dan dapat membantu menentukan waktu yang tepat untuk melakukan pemeriksaan dengan test pack. Pemeriksaan biasanya disarankan dilakukan setelah mengalami terlambat haid 2 minggu sehingga kadar hCG dalam tubuh sudah cukup tinggi untuk dapat terdeteksi.  

Pemeriksaan disarankan pada pagi hari setelah bangun tidur karena berdasarkan penelitian kadar hormon hCG akan lebih tinggi. Metode pemeriksaan antara satu alat dengan yang lain dapat berbeda. Sangat disarankan untuk mengikuti saran penggunaan yang terdapat di kemasan test pack. 

Hasil dari pemeriksaan ini biasanya tidak membutuhkan waktu yang lama. Setelah dicelupkan dalam urin atau dialirkan urin, letakkan test pack pada permukaan datar dan tunggu selama 1-5 menit. Jika hasil menunjukkan dua garis berarti positif atau menunjukkan kemungkinan hamil. Sedangkan jika satu garis atau negatif menandakan kadar hormon hCG tidak cukup tinggi. 

Hasil negatif bisa menunjukkan kondisi tidak hamil atau bisa juga karena pemeriksaan terlalu cepat sehingga kadar hormon hCG dalam tubuh belum cukup banyak untuk dapat terdeteksi. Untuk dapat memastikan hal ini dapat dilakukan pemeriksaan kembali 1 minggu setelahnya. 

Namun jika pada hasil pemeriksaan tidak ditemukan garis sama sekali, hal ini menandakan hasil tidak valid. Sebaiknya bisa melakukan pemeriksaan ulang dengan menggunakan alat yang baru. Hal ini bisa terjadi karena adanya kesalahan pada alat. 

Kapan harus ke dokter? 

Apapun hasil pemeriksaan, untuk dapat memastikannya sebaiknya tetap berkonsultasi lebih lanjut dengan dokter. Pada hasil positif, bisa juga ditemukan adanya false positive pada kondisi pasca keguguran atau kehamilan, pasca terapi hormon yang mengandung hCG, riwayat kista ovarium hingga kesalahan pada alat. 

Selain itu, hasil false negative juga dapat ditemukan jika penggunaan kurang tepat atau waktu pemeriksaan yang terlalu dini. Jika hasil negatif namun ditemukan tanda-tanda kehamilan lain, sangat disarankan untuk melakukan pemeriksaan kembali atau ke dokter untuk memastikan adanya kehamilan atau tidak. 

Kenali Strecth Mark dan Cara Mengatasinya

Pasca melahirkan, salah satu keluhan yang sering dialami oleh seorang ibu adalah adanya stretchmark yang mengganggu penampilan. Apa sebenarnya penyebab stretchmark dan bagaimana cara mengatasinya? Mari kita bahas lebih lanjut. 

Munculnya stretchmark pada kulit ibu hamil dapat mengganggu penampilan dan mempengaruhi kepercayaan diri seseorang. Namun kondisi ini tidak hanya dapat dialami oleh ibu hamil karena stretchmark dapat disebabkan oleh banyak hal. 

Stretchmark 

Stretchmark adalah garis-garis atau guratan yang muncul pada permukaan kulit karena adanya peregangan kulit yang berlangsung dengan cepat. Stretchmark atau striae ini dapat muncul tidak hanya pada ibu hamil, namun dapat juga ditemukan pada pria.  

Faktor umum yang menyebabkan keluhan ini secara garis besar adalah kurangnya elastisitas permukaan kulit dan peregangan kulit yang terlalu cepat. Jika masih ada kompensasi dari salah satu faktor ini, maka stretchmark biasanya dapat dihindari atau dampaknya akan lebih minimal. 

Kondisi ini juga bisa terjadi karena efek samping penggunaan obat tertentu seperti kortikosteroid dalam jangka waktu yang cukup panjang. Oleh karena itu, sangat penting untuk berkonsultasi dengan dokter yang menangani jika mengalami keluhan pasca pengobatan. Hal ini dapat menjadi pertimbangan dokter terkait jenis dan dosis obat yang diberikan. 

Gambaran stretchmark pada permukaan kulit adalah adanya garis atau guratan berwarna kemerahan pada fase awal dan kelamaan akan mengalami perubahan warna menjadi putih. Striae ini dapat muncul di berbagai bagian tubuh seperti area perut, bokong, payudara, pinggul, paha hingga lengan. 

Pada stertchmark yang baru muncul (striae rubrae), biasanya proses perawatan akan lebih mudah dan kemungkinan untuk pulih akan lebih besar. Sedangkan pada striae albae, dimana sudah ada perubahan warna stretchmark menjadi putih, proses terapi akan lebih sulit. 

Tidak hanya dapat dialami oleh wanita, kondisi ini juga dapat terjadi pada pria. Jika terdapat peningkatan berat badan dalam jangka waktu cukup singkat, hal ini dapat menjadi salah satu faktor risiko seseorang mengalami stretchmark. 

Bagaimana cara mengatasinya? 

Upaya pencegahan merupakan hal yang sangat penting. Sangat disarankan untuk dapat menerapkan pola hidup sehat dengan konsumsi makanan gizi seimbang serta rutin berolahraga agar dapat menjaga berat badan tetap ideal. Selain itu, menjaga kesehatan kulit dengan hidrasi yang cukup baik juga sangatlah penting. 

Sangat penting untuk menjaga asupan nutrisi dengan baik agar kebutuhan makro dan mikronutrien dapat terpenuhi dengan baik. Kulit sendiri membutuhkan asupan makanan tinggi vitamin C dan E. Selain itu, protein juga sangat penting untuk kesehatan kulit, khususnya jika sedang dalam proses pemulihan. 

Jika sudah mengalami stretchmark, sebenarnya cukup sulit untuk dapat menghilangkannya. Perawatan topikal dapat dilakukan meskipun efektivitasnya tidak terlalu besar. Pemberian retinoid topikal dapat membantu memperbaiki kolagen, namun tidak disarankan untuk ibu hamil karena dapat menimbulkan efek samping pada kehamilan. 

Pemberian minyak alami seperti minyak kelapa, minyak zaitun dan minyak almond dianggap dapat membantu melembapkan kulit dan meningkatkan elastisitasnya. Upaya ini dapat dilakukan secara rutin, khususnya pada masa kehamilan sebagai upaya pencegahan. 

Selain itu, perawatan yang lebih intens dapat juga dilakukan seperti terapi laser untuk membantu merangsang produksi kolagen yang dapat membantu memudarkan striae pada permukaan kulit. Tindakan microneedling juga dapat dilakukan untuk merangsang regenerasi kulit dengan jaringan yang baru dan lebih sehat. Penggunaan peeling kimia juga dapat dilakukan bila diperlukan. 

Apa itu Tremor? Kenali Gejala dan Penyebabnya

Tremor mungkin salah satu keluhan yang cukup sering ditemukan. Ketika merasa gugup, kadang seseorang juga dapat mengalami tremor. Bagaimana kondisi tremor yang harus diperhatikan dan membutuhkan penanganan lebih lanjut? Mari kita bahas. 

Ketika sedang menghadapi peristiwa besar yang membuat kita gugup, seringkali kita merasa gemetar sehingga tangan menjadi tremor. Namun sebenarnya kondisi ini bisa dikatakan wajar dan dapat dialami oleh setiap orang. Tapi bisa juga tremor merupakan salah satu tanda adanya penyakit lain yang membutuhkan penanganan lebih lanjut. 

Tremor 

Tremor adalah kondisi dimana adanya gerakan gemetar yang tidak disengaja dan tidak dapat dikontrol pada satu bagian tubuh atau lebih. Terdapat beberapa jenis tremor dan hal ini juga dapat membantu untuk mengarahkan kepada penyebab utama tremor yang dialami. 

Tremor fisiologis 

Kondisi tremor ini tergolong normal dan dapat dialami oleh semua orang. Tremor ini muncul ketika adanya pemicu seperti stres, kelelahan hingga konsumsi kafein. 

Tremor esensial 

Kondisi tremor yang bersifat turun-temurun dan sering ditemukan. Tremor dapat terjadi pada bagian tubuh seperti tangan hingga mempengaruhi suara menjadi lebih bergetar dari biasanya. 

Tremor parkinson 

Kondisi tremor ini terjadi karena adanya riwayat penyakit parkinson sebagai sumber utama penyebab keluhan tremor yang dialami. Tremor yang terbilang khas pada kondisi parkinson muncul tanpa adanya trigger tertentu dan dapat terjadi pada kondisi sedang beristirahat. 

Tremor intensional 

Tremor jenis ini biasanya muncul ketika sedang melakukan gerakan seperti mengambil suatu benda. Hal ini biasanya berkaitan dengan adanya gangguan pada sistem saraf pusat, khususnya area serebelum. 

Tremor distonik 

Tremor jenis ini muncul pada orang dengan gangguan otot, yaitu distonia. Orang dengan kondisi ini mengalami kontraksi otot yang bersifat abnormal. 

Kapan harus ke dokter? 

Jika kondisi tremor dialami cukup sering dan mengganggu aktivitas, sangat disarankan untuk melakukan pemeirksaan lebih lanjut dengan dokter. Hal ini sangat penting untuk dapat dilakukan evaluasi secara menyeluruh sehingga dokter dapat mengetahui penyebab utama keluhan tremor yang dialami. 

Terlebih jika kondisi tremor semakin berat dan disertai dengan gejala lain seperti kelemahan pada anggota gerak, penurunan fungsi sensorik, gangguan penglihatan, gangguan bicara hingga nyeri kepala hebat, sangat disarankan untuk segera melakukan pemeriksaan diri ke dokter. Sangat penting untuk menyingkirkan berbagai kemungkinan adanya gangguan pada sistem saraf pusat. 

Tremor penanda penyakit lain 

Tremor bisa saja merupakan hal yang bersifat fisiologis atau tergolong normal, namun bisa juga menjadi tanda awal adanya penyakit lain. Tremor dapat berkaitan dengan gangguan neurologis, baik sistem saraf pusat maupun sistem saraf tepi. Pada orang dengan parkinson, distonia, multiple sclerosis dan ataksia bisa juga mengalami tremor. 

Gangguan pada sistem metabolik seperti hipertiroid, hipoglikemia dan gangguan elektrolit juga dapat menyebabkan seseorang mengalami tremor. Meskipun hal ini harus dipastikan dengan berbagai pemeriksaan lainnya, namun sangat penting untuk lebih waspada. 

Pada orang dengan gangguan cemas maupun somatisasi dapat juga mengalami keluhan tremor ketika mengalami trigger. Selain itu, riwayat penggunaan obat-obatan tertentu seperti bronkodilator, antidepresan atau kortikosteroid bisa juga menimbulkan efek samping berupa keluhan tremor.  

Ketika tremor muncul karena adanya konsumsi obat yang harus dikonsumsi secara rutin, sangat disarankan untuk dapat berkonsultasi lebih lanjut dengan dokter yang menangani, khususnya jika keluhan tremor dianggap sudah sangat mengganggu. Dokter dapat mempertimbangkan untuk mengganti jenis obat atau mengubah dosis untuk dapat meminimalisir efek samping tersebut. 

Infeksi Paru-Paru : Penyebab, Gejala, dan Kapan Harus ke Dokter

Salah satu organ yang penting pada sistem pernapasan adalah paru-paru. Ketika mengalami infeksi, pasti akan sangat mempengaruhi pernapasan dan metabolisme tubuh. Mari kita bahas lebih lanjut terkait infeksi paru. 

Sistem pernapasan kita merupakan sistem yang kompleks dan melibatkan begitu banyak organ yang memiliki peranan penting dalam proses pengambilan oksigen yang diperlukan oleh tubuh dan pengeluaran karbondioksida yang merupakan zat sisa metabolisme. 

Sistem pernapasan terdiri dari saluran pernapasan bagian atas, yaitu hidung, faring, hingga laring. Sedangkan saluran pernapasan bagian bawah terdiri dari trakea yang merupakan batang tenggorokan, bronkus, bronkiolus dan alveolus. Organ utama yang berperan dalam sistem pernapasan adalah paru. Proses pernapasan juga melibatkan diafragma dan otot interkostal. 

Infeksi paru 

Organ paru sendiri terdiri dari dua lobus, yaitu sisi kiri dan kanan. Paru juga dilapisi oleh pleura yang berperan sebagai pelindung. Organ paru juga memiliki bagian berupa bronkus yang merupakan cabang besar dari trakea, bronkiolus yang merupakan cabang dari bronkus, dan alveolus yang berperan dalam pertukaran oksigen dan karbondioksida di dalam paru. 

Ketika paru mengalami infeksi, bisa saja melibatkan seluruh bagian atau sebagian saja dari organ paru. Ketika terjadi peradangan yang disebabkan oleh infeksi pada area bronkus akan menimbulkan bronkitis, jika melibatkan bronkiolus dapat menyebabkan bronkiolitis. Sedangkan jika melibatkan alveolus maka akan menimbulkan pneumonia. 

Infeksi paru sendiri dapat disebabkan oleh berbagai mikroorganisme, termasuk dapat disebabkan oleh infeksi virus, bakteri, jamur hingga parasit. Tatalaksananya dapat sangat berbeda jika mikroorganisme penyebab utama kondisi infeksi berbeda. 

Gejala umum pada infeksi paru adalah keluhan batuk, dapat bersifat kering maupun berdahak. Keluhan demam juga sering ditemukan pada kondisi infeksi paru. Seringkali dapat disertai dengan sesak napas pada kondisi yang cukup berat, disertai dengan keluhan nyeri pada dada. Pada beberapa kondisi dapat juga ditemukan rasa mudah lelah dan hidung tersumbat. 

Pneumonia 

Ketika mendengar istilah infeksi paru, maka seringkali dikaitkan dengan pneumonia. Hal ini tidak sepenuhnya salah, namun bisa saja kurang tepat jika kondisi infeksi terjadi di bagian lain dari paru. Dengan kata lain, pneumonia merupakan salah satu jenis infeksi paru. Tapi infeksi paru tidak selalu berarti menandakan adanya pneumonia. 

Selain ditemukan adanya gejala umum infeksi paru, pada pasien dengan pneumonia biasanya sering disertai dengan gangguan pernapasan seperti keluhan sesak napas, nyeri dada, bunyi saat bernapas (wheezing atau crackles) hingga penurunan saturasi oksigen. 

Ketika terdapat gejala khas infeksi paru yang tidak kunjung membaik, sangat disarankan untuk melakukan pemeriksaan lebih lanjut dengan dokter agar dapat memperoleh terapi yang sesuai, terlebih jika sudah ditemukan gangguan pernapasan.  

Jika terdapat tanda berupa perubahan warna bibir, kuku maupun kulit yang tampak kebiruan, sangat disarankan untuk segera dibawa ke unit gawat darurat agar segera diberikan terapi oksigen dan penanganan lanjutan karena sudah ditemukan adanya kurangnya oksigen di jaringan tubuh. 

Pneumonia seringkali disebabkan oleh infeksi bakteri maupun virus yang sebenarnya dapat dibantu upaya pencegahannya menggunakan vaksinasi. Oleh karena itu, sangat penting untuk memberikan vaksinasi yang lengkap sehingga tubuh dapat memiliki antibodi spesifik untuk melawan kondisi infeksi. Sekalipun terinfeksi, gejala yang ditimbulkan cenderung akan relatif lebih ringan dibandingkan dengan yang tidak menerima vaksinasi. 

Untuk pneumonia, vaksinasi yang dapat diberikan antara lain adalah penumococcal conjugate vaccine, seperti PCV13 atau PCV15, pneumococcal polysaccharide vaccine, seperti PPSV23 untuk melawan bakteri pneumokokus. Selain itu, untuk melawan virus yang dapat menimbulkan pneumonia, pemberian vaksin COVID-19 dapat dilakukan. 

Apa Itu Herpes? Gejala, Penyebab, dan Kapan Harus ke Dokter

Salah satu kasus infeksi yang disebabkan oleh virus adalah herpes. Terdapat beberapa jenis virus herpes, namun yang sering disebut dengan penyakit herpes yang disebabkan oleh Herpes Simplex Virus. Mari kita bahas lebih lanjut. 

Mengenal Apa itu Herpes?

Suatu kondisi penyakit yang disebabkan oleh Herpesviridae atau virus Herpes dapat disebut dengan penyakit Herpes. Namun virus yang termasuk dalam golongan Herpesviridae itu sendiri terdiri dari beberapa jenis. 

Herpes Simplex Virus 

HSV atau Herpes Simplex Virus terdiri dari dua jenis tipe virus, yaitu HSV tipe 1 dan 2. HSV-1 menyebabkan herpes oral, sedangkan HSV-2 lebih berisiko menimbulkan herpes genital. 

Varicella-Zoster Virus 

VZV atau Varicella-Zoster Virus adalah jenis virus yang menyebabkan terjadinya penyakit cacar air atau varicella dan herpes zoster atau shingles ketika infeksi virus yang sama terjadi secara berulang. 

Epstein-Barr Virus 

Jenis virus ini mungkin tidak terlalu sering terdengar dibandingkan dengan kedua virus sebelumnya. Namun infeksi virus ini dapat menyebabkan penyakit mononukleosis. 

Cytomegalovirus 

CMV merupakan virus yang sebenarnya dapat dilawan oleh daya tahan tubuh yang baik. Namun pada orang dengan imunitas tubuh yang menurun, risiko mengalami infeksi virus ini akan lebih tinggi, seperti pada orang dengan HIV/AIDS maupun penerima transplantasi organ dan harus konsumsi obat imunosupresan. 

Terdapat begitu banyak jenis virus yang masuk di dalam golongan Herpesviridae dan masing-masing dapat menimbulkan tanda dan gejala klinis yang berbeda. Namun ketika kita mendengar penyakit Herpes, seringkali yang dikaitkan adalah penyakit yang disebabkan oleh Herpes Simplex Virus atau HSV. 

Penyebab 

Seperti yang telah dibahas sebelumnya, kondisi penyakit Herpes disebabkan oleh adanya infeksi Herpes Simplex Virus. HSV sendiri memiliki dua jenis atau tipe yang dapat mempengaruhi manifestasi klinis yang ditimbulkan. Tipe virus juga dapat mempengaruhi proses penularannya. 

Gejala 

Ketika seseorang terinfeksi HSV, gejala umum yang dialami pada fase awal umumnya sama seperti infeksi virus lainnya seperti demam, mudah lelah hingga lemas. Selain itu, pembesaran kelenjar getah bening juga dapat ditemukan. 

Pada orang yang terinfeksi HSV tipe 1, maka manifestasi klinis berupa lesi kulit lebih sering ditemukan pada area wajah, khususnya mulut. Biasanya dapat ditemukan luka pada area sekitar mulut seperti sariawan. Virus ini dapat menyebar melalui kontak langsung seperti berciuman atau sharing alat makan.

Sedangkan pada orang yang terinfeksi HSV tipe 2 dapat ditemukan manifestasi klinis berupa lesi kulit pada area genital. Bentuk lesi kulit biasanya berupa luka atau lepuhan pada area genital. Proses penularannya melalui hubungan seksual. 

Pada lesi kulit yang disertai dengan peradangan, selain ditemukan luka atau lepuhan, dapat juga disertai dengan keluhan gatal dan nyeri pada area yang terlibat. Kontak langsung dengan luka tersebut dapat mempermudah proses penularan. 

Pada orang dengan imunitas tubuh yang baik, bisa saja tidak mengalami keluhan apapun atau asimtomatik. Namun kondisi ini tidak menutup kemungkinan bahwa orang tersebut tetap berisiko untuk dapat menularkan kepada orang di sekitarnya. 

Faktor Risiko 

Terdapat beberapa faktor risiko yang dapat mempengaruhi risiko seseorang mengalami Herpes. Seperti infeksi virus lainnya, imunitas tubuh memiliki peranan yang sangat penting. Orang dengan imunitas tubuh yang rendah akan lebih berisiko terinfeksi. 

Baik HSV tipe 1 dan 2, ketika mengalami kontak langsung dengan luka terbuka dari orang yang terinfeksi, maka risiko penularannya juga akan lebih tinggi. Sharing atau penggunaan secara bersama alat makan hingga kosmetik seperti lipstik dapat meningkatkan risiko seseorang tertular infeksi virus yang sama. 

Ketika ada riwayat kontak oral seperti berciuman dengan orang yang terinfeksi HSV-1, maka risiko tertular penyakit Herpes juga akan lebih tinggi. Sedangkan jika ada riwayat hubungan seksual tanpa pengaman dengan orang yang terinfeksi HSV-2, maka risiko mengalami Herpes juga akan lebih tinggi. 

Penyakit ini juga dapat ditularkan dari ibu hamil ke bayi yang dilahirkan melalui proses persalinan. Oleh karena itu, sangat penting untuk berkonsultasi lebih lanjut dengan dokter spesialis kandungan dan kebidanan yang menangani jika mengalami Herpes pada masa kehamilan. 

Diagnosis 

Anamnesis 

Pada pemeriksaan awal, dokter akan melakukan wawancara medis atau anamnesis untuk mengetahui lebih detail terkait keluhan yang dialami untuk dapat membantu menegakkan diagnosis penyakit yang dialami dan menyingkirkan berbagai kemungkinan diagnosis banding. 

Pada orang dengan imunitas tubuh yang baik, bisa tidak ditemukan gejala yang berarti atau bersifat asimtomatik. Pada fase awal, penyakit Herpes bisa menimbulkan gejala awal yang serupa dengan infeksi virus lainnya, seperti demam, mudah lelah hingga lemas. 

Pemeriksaan Fisik 

Pada pemeriksaan fisik awal, dokter akan melakukan pemeriksaan tanda-tanda vital dari tekanan darah, denyut jantung, laju pernapasan hingga suhu tubuh. Pada pemeriksaan tanda-tanda vital dapat ditemukan secara keseluruhan dalam batas normal. 

Pada fase awal bisa ditemukan peningkatan suhu tubuh yang disertai dengan peningkatan denyut jantung dan laju pernapasan sebagai respon adaptif tubuh. Namun hal serupa juga biasa ditemukan pada kondisi infeksi virus lainnya. 

Tanda dan gejala khas pada penyakit Herpes adalah adanya lesi kulit seperti luka atau lepuhan pada area wajah maupun genital. Lokasi lesi kulit biasanya dapat membantu mengetahui tipe virus yang menyebabkan penyakit Herpes yang dialami. 

Pemeriksaan Penunjang 

Untuk dapat menegakkan diagnosis penyakit Herpes biasanya cukup dengan wawancara medis dan pemeriksaan fisik. Namun bila diperlukan dokter dapat menyarankan pemeriksaan penunjang. 

Pemeriksaan penunjang biasanya dibutuhkan untuk memastikan jenis virus penyebab infeksi dan derajat keparahannya sehingga dokter dapat menentukan tatalaksana selanjutnya. 

Tes Tzank atau Tzank smear dapat dilakukan untuk menilai sel abnormal yang disebabkan oleh virus Herpes. Namun pemeriksaan ini bersifat tidak terlalu spesifik untuk dapat membedakan antara HSV-1, HSV-2 maupun VZV. 

Pemeriksaan polymerase chain reaction atau PCR dapat dilakukan untuk dapat mengetahui lebih akurat terkait jenis virus yang menyebabkan infeksi, yaitu HSV-1 atau HSV-2. Bila diperlukan, dapat dilakukan pemeriksaan kultur virus pada kondisi infeksi akut. 

Tes antibodi juga dapat menjadi pilihan, namun pemeriksaan ini biasanya sulit untuk membedakan apakah infeksi bersifat aktif atau sudah lama. Tes Western Blot juga dapat digunakan untuk mengkonfirmasi infeksi HSV, namun pemeriksaan ini membutuhkan biaya yang lebih besar. 

Pada kondisi Herpes dengan gejala berat dan melibatkan sistem saraf pusat, pemeriksaan cairan tulang belakang dapat dilakukan. 

Terapi 

Pada kasus Herpes awal, sangat penting untuk dapat menjaga imunitas tubuh agar kembali optimal sehingga dapat melawan infeksi dan proses pemulihan lebih cepat. Sangat penting untuk menjaga pola makan dengan gizi seimbang, cukup istirahat dan menghindari stres. 

Dokter juga akan memberikan terapi sesuai dengan gejala yang dialami. Jika ditemukan keluhan berupa demam, pemberian terapi antipiretik dapat dilakukan. Sedangkan ketika mengalami nyeri dapat dibantu dengan pemberian analgesik. 

Sebagai upaya untuk melawan infeksi virus, pemberian antivirus sangatlah penting. Dokter dapat meresepkan acyclovir, valacyclovir atau famcyclovir. Sediaan yang diberikan biasanya adalah kombinasi antara obat oral dan topikal. Namun pada kondisi berat, pemberian melalui intravena dapat dilakukan. 

Selain itu, sangat penting untuk dapat melakukan perawatan luka dengan optimal agar tidak terjadi infeksi sekunder seperti infeksi bakteri yang dapat memperberat kondisi dan menghambat proses pemulihan. 

Pencegahan 

Sangat penting untuk menjaga pola hidup sehat dengan konsumsi makanan dengan gizi seimbang dan rutin berolahraga. Hindari stres berlebih yang dapat mempengaruhi imunitas tubuh. 

Selain itu, sangat penting untuk menjaga kebersihan diri dan menghindari penggunaan alat secara bersamaan dengan orang lain. Ketika ada sharing alat makan atau kosmetik dengan orang yang terinfeksi, maka risiko tertular juga semakin tinggi. 

Hindari kontak langsung dengan orang yang terinfeksi, khususnya dengan luka terbuka. Hindari berhubungan seksual yang tidak aman atau berisiko agar tidak tertular penyakit Herpes. 

Komplikasi 

Pada orang dengan imunitas tubuh yang tidak baik, maka risiko mengalami gejala berat akan lebih tinggi. Herpes bisa menyebar ke organ mata hingga menyebabkan herpes okular. Hal ini bisa menyebabkan gangguan penglihatan. 

Herpes juga dapat melibatkan sistem saraf pusat hingga menimbulkan ensefalitis, khususnya HSV-1. Gejala yang ditimbulkan dapat berupa sakit kepala berat, kejang hingga penurunan kesadaran. 

Kapan Harus ke Dokter? 

Jika Anda memiliki berbagai gejala khas infeksi HSV, sebaiknya dapat melakukan isolasi agar tidak menularkan ke orang sekitar. Sangat disarankan segera melakukan pemeriksaan ke dokter agar dapat diberikan terapi yang tepat. 

Jika Anda memiliki faktor risiko seperti imunitas tubuh yang rendah dan memiliki kontak erat dengan orang yang mengalami Herpes, sangat penting untuk dapat melakukan pemeriksaan lebih lanjut dengan dokter. Hal ini dibutuhkan karena risiko mengalami gejala berat lebih tinggi. 

Merasa Kencing Sakit? Berikut 4 Hal yang Bisa Menjadi Salah Satu Penyebabnya

Nyeri pada saat buang air kecil bisa terjadi pada pria maupun wanita dan di berbagai rentang usia. Kondisi ini bisa disebabkan oleh banyak hal. Mari kita bahas lebih lanjut. 

Ketika seseorang mengalami nyeri saat buang air kecil, hal ini dapat menjadi pertanda adanya masalah pada sistem saluran kemih. Banyak hal yang dapat mendasari keluhan tersebut. Oleh karena itu, wawancara medis, pemeriksaan fisik hingga pemeriksaan penunjang sangat penting untuk dilakukan sehingga dapat membantu menegakkan diagnosis dan menyingkirkan berbagai kemungkinan diagnosis banding. 

Infeksi saluran kemih 

Penyebab utama seseorang mengalami keluhan nyeri pada saat buang air kecil seringkali disebabkan oleh adanya infeksi pada saluran kemih. Kondisi infeksi ini bisa disebabkan oleh berbagai mikroorganisme, dari bakteri hingga jamur. 

Kondisi infeksi pada saluran kemih bisa berlangsung di uretra, kandung kemih, ureter, hingga ginjal. Infeksi saluran kemih atau ISK lebih sering terjadi pada wanita karena letak dan ukuran uretra yang lebih pendek sehingga risiko infeksi untuk meluas lebih tinggi. 

Bakteri Escherichia coli sering ditemukan menjadi penyebab ISK. Hal ini terjadi karena kebersihan yang kurang baik, khususnya ketika buang air besar sehingga terdapat kontaminasi ke saluran kemih. Sangat penting untuk menjaga kebersihan dengan baik, khususnya ketika menggunakan toilet umum. Metode membersihkan juga sangat disarankan dari area depan ke belakang untuk menurunkan risiko infeksi. 

Batu saluran kemih 

Selain ISK, kondisi batu saluran kemih juga dapat menyebabkan keluhan nyeri saat buang air kecil. Keluhan ini dapat terjadi karena sisi tajam dari batu yang terbentuk menggores dinding saluran kemih sehinggga menimbulkan keluhan nyeri. Sama seperti ISK, batu saluran kemih dapat terjadi pada uretra hingga ginjal. 

Batu saluran kemih pada kebanyakan kasus terbentuk karena kurangnya minum air yang menyebabkan urin pekat dan terbentuk kristal yang menjadi batu saluran kemih. Konsumsi makanan tinggi oksalat, protein hewani dan garam juga dapat meningkatkan risiko terbentuknya batu saluran kemih. 

Infeksi menular seksual 

Berbeda dengan ISK, infeksi menular seksual disebabkan oleh berbagai mikroorganisme yang proses penularannya melalui hubungan seksual, baik secara vaginal, anal maupun oral. Infeksi menular seksual atau IMS dapat juga ditularkan melalui penggunaan jarum suntik bersamaan, kontak darah dan proses persalinan dari ibu menularkan ke bayi yang dilahirkan. 

Kondisi IMS dapat disebabkan oleh bakteri seperti pada penyakit klamidia, gonore dan sifilis. Infeksi virus seperti HIV/AIDS, HPV, herpes genital, hepatitis B dan C juga dapat menyebabkan IMS. Parasit juga dapat menyebabkan IMS seperti trikomoniasis dan kutu kemaluan. Jika IMS menimbulkan peradangan pada saluran kemih, maka keluhan nyeri saat buang air kecil juga dapat ditemukan. 

Iritasi 

Keluhan nyeri saat buang air kecil juga dapat disebabkan oleh adanya iritasi di luar sebab di atas yang telah dijelaskan. Penggunaan sabun yang mengandung pewangi atau bersifat keras pada area sekitar saluran kemih dapat memicu peradangan hingga memicu keluhan nyeri saat buang air kecil. 

Selain itu, riwayat penyakit atau perawatan lain juga perlu diketahui untuk dapat membantu menegakkan diagnosis dan menentukan penyebab utama keluhan nyeri saat buang air kecil yang dialami. Jika sebelumnya ada riwayat trauma atau benturan pada area sekitar saluran kemih, khususnya uretra yang lebih rentan terpapar, hal ini bisa menyebabkan nyeri. 

Riwayat penggunaan kateter biasanya juga dapat menimbulkan reaksi berupa peradangan. Khususnya jika dipakai dalam jangka waktu cukup panjang dan perawatan untuk menjaga kebersihannya tidak cukup baik. 

Infeksi usus – Penyebab, Gejala, dan Kapan Harus ke Dokter

Infeksi usus bisa disebabkan oleh berbagai mikroorganisme, dari virus, bakteri hingga parasit. Bagaimana gejala infeksi usus dan penanganannya lebih lanjut? Mari kita bahas lebih lanjut. 

Usus merupakan salah satu bagian dari sistem pencernaan tubuh yang memiliki berbagai peranan penting dalam metabolisme tubuh. Ketika usus mengalami infeksi, maka hal ini dapat sangat mempengaruhi metabolisme dan menimbulkan berbagai gejala yang mengganggu. 

Infeksi usus 

Usus bisa mengalami peradangan dan dapat disebabkan oleh berbagai hal, salah satunya adalah reaksi infeksi. Kondisi infeksi usus dapat disebabkan oleh berbagai mikroorganisme, dari virus, bakteri hingga parasit.  

Virus yang sering menimbulkan infeksi usus adalah rotavirus, norovirus dan adenovirus. Sedangkan bakteri yang dapat menimbulkan infeksi usus adalah Salmonella, Escherichia coli hingga Shigella. Parasit yang dapat menimbulkan kondisi infeksi usus adalah Giardia lambia, Entamoeba histolytica. 

Meskipun bisa disebabkan oleh banyak mikroorganisme dengan berbagai jenis, namun ketika seseorang mengalami infeksi usus seringkali mengalami gejala khas seperti mual, muntah, diare, nyeri perut, demam, hingga dehidrasi jika terdapat muntah dan diare berlebih tanpa hidrasi yang cukup. 

Kondisi infeksi usus memiliki ikatan erat dengan kontaminasi makanan maupun minuman yang dikonsumsi. Oleh karena itu, sangat penting untuk dapat memperhatikan kebersihan makanan maupun minuman yang akan dikonsumsi, dari bahan dasar, proses pengolahan hingga penyajiannya.  

Selain itu, menjaga kebersihan tangan sangatlah penting. Sangat penting untuk dapat mencuci tangan dengan air mengalir dan sabun, khususnya sebelum makan untuk meminimalisir risiko terjadinya infeksi pada usus.  

Kondisi infeksi seharusnya bisa dilawan oleh sistem imunitas tubuh jika kekebalan tubuh terjaga dengan baik atau dalam kondisi yang optimal. Oleh karena itu, sangat penting untuk dapat menjaga imunitas tubuh dengan baik dan memperoleh vaksinasi lengkap agar tubuh memiliki antibodi spesifik untuk melawan berbagai infeksi. 

Tatalaksana infeksi usus 

Tatalaksana kondisi infeksi usus antara satu orang dengan yang lain dapat sangat berbeda karena mikroorganisme penyebabnya bisa berbeda dan membutuhkan penanganan khusus. Namun secara umum, penanganan sesuai gejala yang dialami merupakan tahapan awal yang dapat dilakukan. 

Infeksi usus seringkali disertai dengan kondisi dehidrasi karena adanya muntah dan diare. Oleh karena itu, sangat penting untuk dapat memenuhi kebutuhan cairan harian termasuk elektrolit agar tubuh tidak mengalami dehidrasi maupun kondisi electrolyte imbalance. 

Pada kondisi infeksi virus, kunci utama yang terpenting adalah menjaga imunitas tubuh agar kembali bekerja optimal untuk melawan infeksi dan menjalani proses pemulihan. Penting untuk konsumsi makanan dengan gizi seimbang dan cukup istirahat.  

Sedangkan pada kondisi yang disebabkan oleh infeksi bakteri, dokter akan meresepkan antibiotik yang sesuai untuk melawan bakteri penyebabnya. Untuk infeksi usus yang disebabkan oleh parasit, dokter dapat meresepkan antiparasit. 

Jika tidak ditangani dengan baik, kondisi infeksi usus bisa semakin buruk dan dapat meluas. Selain dehidrasi berat, malnutrisi, perforasi usus, sepsis hingga risiko kematian dapat terjadi. Oleh karena itu, sangat penting untuk melakukan evaluasi secara ketat agar tidak menimbulkan berbagai komplikasi.  

Jika kondisi tidak kunjung membaik, terlebih sulit untuk minum, risiko dehidrasi berat dan berbagai komplikasi lain dapat terjadi. Pada keadaan ini, sebaiknya segera melakukan pemeriksaan diri ke dokter dan bila perlu dapat dibawa ke unit gawat darurat sehingga dapat menerima perawatan segera, khususnya terkait upaya rehidrasi sehingga prognosis ke depannya akan lebih baik. 

Kolesterol – Gejala, Penyebab, dan Kapan Harus Lakukan MCU

Kolesterol tinggi merupakan salah satu kondisi yang membutuhkan penanganan jangka panjang dan holistik agar tidak menimbulkan berbagai komplikasi yang tidak diinginkan. Apa sebenarnya kolesterol dan bagaimana gejala ketika seseorang mengalami kolesterol tinggi? Mari kita bahas lebih lanjut. 

Pasca melakukan pemeriksaan medical check up, salah satu hasil yang sering ditemukan adalah adanya kondisi kolesterol tinggi. Kondisi ini bisa saja tidak disertai dengan gejala khas, bahkan bisa juga ditemukan pada orang dengan postur tubuh normal atau dengan berat badan ideal. 

Kolesterol 

Ketika mendengar kata kolesterol, maka image yang muncul di dalam pikiran adalah berbagai hal buruk dan risiko komplikasi yang akan ditimbulkan. Namun kolesterol itu sendiri ternyata terdiri dari beberapa jenis, secara umum dapat dikatakan sebagai kolesterol jahat dan kolesterol baik. 

Kolesterol merupakan lemak atau lipid. Tubuh kita sebenarnya membutuhkan lemak untuk berbagai metabolismenya, termasuk pembentukan sel, hormon hingga vitamin. Namun ketika kadarnya sudah terlalu tinggi, khususnya untuk kolesterol jahat, pastinya dapat menimbulkan dampak negatif bagi tubuh. 

Kolesterol jahat 

LDL atau low-density lipoprotein sering juga disebut dengan kolesterol jahat. Ketika kolesterol jenis ini yang terlalu tinggi dalam tubuh dapat meningkatkan risiko terbentuknya sumbatan pada pembuluh darah di berbagai area tubuh, sehingga dapat menyebabkan serangan jantung hingga stroke. 

Kolesterol baik 

HDL atau high-density lipoprotein sering juga disebut dengan kolesterol baik. Lemak ini dibutuhkan tubuh untuk membawa kolesterol berlebih dalam tubuh agar dapat dimetabolisme oleh hati untuk dikeluarkan dari tubuh. Oleh karena itu, HDL sangat dibutuhkan oleh tubuh. 

Selain kedua jenis kolesterol tersebut, terdapat juga trigliserida yang jika kadarnya terlalu tinggi dalam tubuh dapat meningkatkan risiko terjadinya berbagai penyakit kardiovaskular. 

Kolesterol tinggi 

Kolesterol tinggi sangat dipengaruhi oleh pola hidup, khususnya pola makan seseorang. Jika memiliki kebiasaan makanan tinggi lemak jenuh dan lemak trans, atau yang diolah dengan menggunakan banyak minyak seperti deep fried, maka akan lebih berisiko mengalami kolesterol tinggi. 

Oleh karena itu, sangat penting untuk menjaga pola hidup sehat dengan konsumsi makanan dengan gizi seimbang, rutin berolahraga, menjaga berat badan ideal, menghindari kebiasaan buruk seperti merokok dan konsumsi alkohol berlebihan. 

Adanya faktor genetik dan riwayat penyakit lain seperti diabetes, penyakit hati, ginjal, hipotiroidisme, sindrom metabolik hingga riwayat penggunaan obat tertentu (pil KB, kortikosteroid, diuretik) dapat meningkatkan risiko mengalami kolesterol tinggi. 

Seseorang bisa saja mengalami kolesterol tinggi namun tidak ada gejala apapun yang berarti atau yang mengganggu aktivitas. Kondisi ini justru lebih berbahaya karena tidak jarang ditemukan ketika kondisi sudah disertai dengan berbagai komplikasi, termasuk gangguan pada kardiovaskular. 

Pada orang dengan kolesterol tinggi dapat juga ditemukan adanya xanthoma atau xanthelasma, yaitu penumpukan lemak di bawah permukaan kulit. Kondisi ini seringkali ditemukan pada area kelopak mata, siku maupun lutut. Selain itu, arcus cornealis, yaitu lingkaran putih di area tepi kornea juga dapat ditemukan pada orang dengan kolesterol tinggi. 

Gejala lain yang dapat ditemukan adalah keluhan pusing dan mudah lelah. Namun kondisi ini bersifat tidak spesifik dan dibutuhkan pemeriksaan penunjang berupa pemeriksaan laboratorium darah untuk menilai kadar kolesterol dalam darah. 

Untuk dapat menegakkan diagnosis dislipidemia atau kolesterol tinggi, pada pemeriksaan profil lipid akan ditemukan kolesterol total lebih dari 240 mg/dL, LDL lebih dari 160 mg/dL, HDL kurang dari 40 mg/dL atau trigliserida lebih dari 200 mg/dL.