RS Bunda Group

Mengapa Vaksin DPT Penting Untuk Anak

Anak memiliki jadwal imunisasi yang telah direkomendasikan oleh Ikatan Dokter Anak Indonesia (IDAI). Jadwal ini sangat penting untuk dipenuhi agar anak dapat memiliki imunitas tubuh yang optimal untuk menghadapi berbagai penyakit. Salah satu vaksin yang sangat direkomendasikan adalah DPT. 

Ikatan Dokter Anak Indonesia telah membuat jadwal imunisasi yang direkomendasikan. Terdapat beberapa jenis vaksin yang wajib diberikan pada anak dan ada juga beberapa jenis vaksin yang disarankan. Jadwal ini sangat penting untuk dipenuhi agar anak memiliki antibodi yang penting untuk melawan berbagai penyakit. 

Vaksin DPT 

Vaksin DPT atau difteri, pertusis dan tetanus merupakan salah satu vaksin yang diwajibkan oleh Ikatan Dokter Anak Indonesia atau IDAI, bahkan dimasukkan juga dalam program Bulan Imunisasi Anak Sekolah (BIAS) agar semua anak dapat menerima booster sesuai jadwal dan imunitas tubuh dapat terbentuk dengan optimal.  

Penyakit difteri disebabkan oleh infeksi bakteri Corynebacterium diphtheriae. Penyakit pertusis atau batuk rejan disebabkan oleh infeksi bakteri  Bordatella pertussis. Sedangkan penyakit tetanus disebabkan oleh infeksi bakteri  Clostridium tetani. 

Vaksin DPT berisi komponen dari ketiga bakteri tersebut yang dilemahkan atau dimatikan sehingga ketika vaksinasi dilakukan tidak menimbulkan penyakit pada orang tersebut. 

Upaya pemberian vaksin dilakukan untuk merangsang respon imunitas tubuh agar membentuk antibodi yang spesifik, sehingga ketika suatu saat terinfeksi dapat melawan infeksi tersebut. Sekalipun terinfeksi, gejala yang ditimbulkan biasanya akan jauh lebih ringan dibandingkan dengan orang yang belum menerima vaksin. 

Pemberian vaksin DPT 

Pemberian vaksin DPT dapat disesuaikan dengan rekomendasi jadwal imunisasi yang telah dibuat oleh IDAI. Pemberian vaksin dapat diberikan pada usia anak 2, 3, 4 bulan atau 2, 4, 6 bulan.  

Setelahnya dapat diberikan vaksin booster saat menginjak kelas 1, kelas 2 dan kelas 5 dengan mengikuti program Bulan Imunisasi Anak Sekolah (BIAS) di sekolah dasar. Selain itu, orang dewasa juga disarankan untuk diberikan booster vaksin tetanus secara rutin setiap 10 tahun untuk dapat menjaga kekebalan tubuh terhadap infeksi ini. 

Metode pemberian vaksin DPT dilakukan dengan injeksi atau suntikan intramuskular (IM), yaitu dengan menyuntikkan vaksin ke dalam otot. Pada bayi dan anak kecil, lokasi suntikan biasanya diberikan pada otot paha bagian atas. Sedangkan pada anak yang lebih besar akan diberikan pada area otot lengan atas atau deltoid. 

Pentingkah imunisasi DPT? 

Secara umum, pemberian vaksin sangatlah penting untuk membantu terbentuknya imunitas tubuh, khususnya antibodi, untuk melawan berbagai mikroorganisme yang masuk ke dalam tubuh dan dapat menimbulkan penyakit. 

Imunisasi DPT dilakukan untuk melawan infeksi bakteri yang dapat menimbulkan penyakit difteri, pertusis atau batuk rejan dan tetanus. Penyakit ini dapat menimbulkan berbagai manifestasi klinis, dari yang bersifat ringan hingga berat. Pada kondisi berat dapat menimbulkan berbagai komplikasi hingga gangguan pernapasan bahkan kematian. 

Vaksinasi DPT mungkin tidak selalu dapat mencegah terjadinya infeksi difteri, pertusis dan tetanus, namun orang yang telah menerima vaksin akan mengalami gejala yang jauh lebih ringan dibandingkan dengan orang yang tidak divaksinasi. 

Selain itu, pemberian vaksin dengan lengkap dan sesuai dengan jadwal yang dianjurkan oleh dokter dapat membantu pembentukan imunitas tubuh yang optimal. Dengan imunisasi yang lengkap dapat juga membantu mencegah proses penularan penyakit. 

Dampak tidak vaksin DPT 

Difteri dan pertusis merupakan penyakit yang disebabkan oleh infeksi bakteri dan dapat dengan mudah ditularkan antara satu orang dengan yang lain melalui droplet orang yang terinfeksi. Kondisi ini dapat dibantu pencegahannya dengan vaksinasi sehingga risiko penularan dapat lebih rendah, khususnya untuk bayi dan anak. 

Selain itu, meskipun tetanus tidak dapat ditularkan secara langsung antar manusia, namun anak yang pada usianya sedang aktif bermain di luar ruangan lebih rentan mengalami luka dan bisa saja terinfeksi tetanus karena kontaminasi. 

Berbagai gejala berat yang dapat ditimbulkan dari penyakit tersebut seperti gangguan pernapasan pada difteri dan pertusis, kejang hingga gagal napas pada tetanus dapat dibantu dicegah dengan vaksinasi. 

Oleh karena itu, sangat penting untuk memberikan vaksinasi pada anak sesuai dengan jadwal imunisasi yang telah direkomendasikan oleh IDAI, termasuk vaksin DPT yang diwajibkan. 

 

Ditulis oleh dr. Valda Garcia
Ditinjau oleh dr. Ernest Eugene

Penyakit Tetanus – Gejala, Penyebab, dan Kapan Harus Ke Dokter

Penyakit tetanus merupakan salah satu penyakit yang cukup diwaspadai karena riisko gejala berat dan komplikasi yang dapat ditimbulkannya. Namun penyakit ini dapat dibantu dicegah dengan pemberian vaksin DPT. Mari kita bahas lebih lanjut. 

Penyakit tetanus adalah salah satu penyakit yang disebabkan oleh infeksi bakteri. Penyakit ini tidak dapat ditularkan antara satu orang dengan orang lainnya. Namun biasanya infeksi ini terjadi karena adanya paparan luka dengan benda yang terkontaminasi. Penyakit ini juga dapat dialami oleh orang di berbagai rentang usia. 

Apa penyebab tetanus? 

Penyakit tetanus disebabkan oleh infeksi bakteri Clostridium tetani yang mengeluarkan racun tetanospasmin. Berbeda dengan penyakit lain yang dapat dicegah dengan vaksin DPT, yaitu difteri dan pertusis yang proses penyebarannya melalui droplet, penyakit ini berkaitan dengan benda yang terkontaminasi bakteri. 

Bakteri ini biasanya ditemukan pada tanah, debu dan kotoran. Seseorang dapat terinfeksi dan mengalami tetanus ketika memiliki luka atau cedera kemudian terpapar dengan benda tersebut yang telah terkontaminasi bakteri. 

Gejala tetanus 

Gejala tetanus pada umumnya tidak muncul sesaat setelah terpapar bakteri. Gejala akan muncul 3-21 hari setelah terinfeksi. Banyak kasus yang ditemukan gejala setelah sekitar 10 hari pasca teirnfeksi. 

Bakteri penyebab tetanus akan mengeluarkan toksin yang disebut dengan tetanospasmin dan dapat menyerang sistem saraf. Gejala khas yang dapat ditemukan pada orang yang terinfeksi adalah kekakuan pada otot rahang atau dapat disebut dengan lockjaw. Dengan kondisi ini, maka mulut akan sulit untuk dibuka atau menjadi kaku. 

Tidak hanya pada area rahang, kekakuan dapat juga terlihat pada aera leher dan perut. Kekakuan pada otot juga dapat menyebabkan kesulitan dalam menelan hingga sulit untuk bernapas. Hal ini dapat terjadi karena saat kita bernapas, maka akan membutuhkan pergerakan otot pernapasan. Namun kondisi ini terbatas karena adanya infeksi. 

Selain itu, gejala lain yang dapat ditemukan adalah kejang otot yang dipicu oleh rangsangan suara atau cahaya. Gejala lain berupa demam, berkeringat hingga peningkatan detak jantung juga dapat ditemukan. 

Komplikasi tetanus 

Komplikasi dapat terjadi jika kondisi tetanus tidak ditangani dengan baik. Komplikasi dapat ditemukan di berbagai rentang usia, termasuk pada anak. Oleh karena itu, sangat penting untuk dapat memberikan penanganan yang tepat. 

Komplikasi dari tetanus yang dapat ditemukan berupa spasme otot berat hingga dapat menyebabkan fraktur atau patah tulang dan dislokasi. Selain itu, infeksi dapat meluas hingga menimbulkan infeksi pada sistem pernapasan. 

Kekurangan oksigen dapat menimbulkan kerusakan otak. Pada bayi baru lahir atau orang yang belum divaksinasi, risiko mengalami gejala berat hingga komplikasi dan kematian dapat terjadi. 

Tatalaksana tetanus 

Tatalaksana pertusis sangat dipengaruhi oleh tingkat keparahan dan berbagai gejala yang ditimbulkannya. Gejala penyerta berupa demam dapat diatasi dengan konsumsi obat berupa antipiretik untuk menurunkan demam. 

Pada kondisi kekakuan otot, dokter dapat memberikan obat penenang dan pelemas otot untuk membantu menurunkan risiko kejang dan kekakuan pada otot. Dapat diberikan antitoksin tetanus untuk membantu menetralisir racun yang beredar di dalam tubuh. 

Sedangkan untuk kondisi infeksi bakteri ini membutuhkan penanganan berupa antibiotik. Penggunaan obat ini harus sesuai dengan rekomendasi dokter agar pengobatan dapat optimal dan mencegah terjadinya resistensi antibiotik. 

Pada kondisi tetanus dengan gejala berat dan membutuhkan evaluasi secara ketat  perlu dilakukan di rumah sakit. Tidak jarang akan dibutuhkan perawatan intensif dan alat bantu untuk pernapasan. 

Pencegahan tetanus 

Proses terjadinya tetanus berkaitan erat dengan adanya luka yang terkontaminasi, seperti luka tusuk yang dalam karena paku atau besi berkarat, luka robek, luka goresan atau gigitan hewan, luka bakar terkontaminasi hingga luka bedah atau suntikan yang tidak steril. 

Oleh karena itu, sangat penting untuk menjaga kebersihan diri dan lingkungan sekitar, khususnya jika terdapat luka terbuka yang dapat menjadi sumber infeksi. Ketika mengalami luka, lakukan cuci luka dengan metode yang tepat hingga bersih agar terhindar dari berbagai infeksi, termasuk tetanus. 

Sangat penting untuk menjaga pola hidup sehat dengan gizi seimbang agar imunitas tubuh terjaga dengan baik. Tidak hanya makronutrien seperti karbohidrat, protein dan lemak, namun kebutuhan akan mikronutrien seperti vitamin dan mineral juga harus dipenuhi. 

Selain itu, menjaga kebersihan diri dan lingkungan juga memiliki peranan yang sangat penting agar tidak mudah tertular. Mencuci tangan dengan menggunakan air mengalir dan sabun dapat membantu menurunkan risiko terpapar bakteri penyebab penyakit. 

Pemberian vaksin pada anak sesuai dengan rekomendasi Ikatan Dokter Anak Indonesia atau IDAI sangatlah penting. Dengan memberikan vaksin sesuai jadwal, akan membantu membentuk antibodi spesifik pada tubuh sehingga ketika suatu saat terinfeksi dapat melawannya dan biasanya gejala yang ditimbulkan akan lebih ringan dibandingkan dengan yang tidak divaksinasi. 

Pemberian vaksin DPT dapat membantu melawan penyakit difteri, pertusis dan tetanus. Pemberian vaksin DPT sesuai rekomendasi IDAI dapat diberikan pada usia anak 2, 3, 4 bulan atau 2, 4, 6 bulan. Setelahnya dapat diberikan vaksin booster saat menginjak kelas 1, kelas 2 dan kelas 5 dengan mengikuti program Bulan Imunisasi Anak Sekolah (BIAS) di sekolah dasar. 

Selain itu, orang dewasa juga disarankan untuk diberikan booster vaksin tetanus secara rutin setiap 10 tahun untuk dapat menjaga kekebalan tubuh terhadap infeksi ini. 

 

 

Ditulis oleh dr. Valda Garcia
Ditinjau oleh dr. Ernest Eugene

Batuk Rejan atau Pertusis – Gejala, Penyebab, dan Kapan Harus Ke Dokter

Penyakit batuk rejan atau pertusis mungkin bukanlah penyakit yang cukup sering didengar. Namun penyakit ini dapat dibantu dicegah dengan pemberian vaksin DPT. Apa bedanya dengan batuk biasa? Mari kita bahas lebih lanjut. 

Penyakit batuk rejan atau yang dikenal juga dengan pertusis adalah salah satu penyakit yang disebabkan oleh infeksi bakteri. Penyakit ini bersifat sangat menular dan dapat menyerang berbagai golongan usia, baik anak hingga lanjut usia. 

Apa penyebab pertusis? 

Penyakit pertusis disebabkan oleh infeksi bakteri Bordetella pertussis. Proses penyebaran infeksi ini dapat melalui droplet atau tetesan air yang dikeluarkan oleh orang terinfeksi yang batuk dan bersin. Melalui proses penularan ini, maka pada orang yang tinggal di area padat penduduk risiko penularannya akan lebih cepat atau mudah. 

Gejala pertusis 

Gejala pertusis atau batuk rejan dapat dibagi menjadi tiga tahapan, yaitu tahap kataral yang timbul pada masa 2 minggu awal infeksi, tahap paroksismal saat 1-6 minggu atau lebih dan tahap pemulihan pada 2-3 minggu atau lebih. 

Pada tahap awal atau tahap kataral, gejala yang ditimbulkan dapat terlihat serupa dengan infeksi virus atau bakteri biasa. Orang yang terinfeksi dapat mengalami demam, batuk ringan, pilek dan bersin. 

Tahap berikutnya adalah tahap paroksismal. Pada fase ini, gejala akan terlihat semakin berat. Keluhan batuk menjadi semakin berat dan seringkali diikuti dengan tarikan napas yang berbunyi khas dan seringkali disebut dengan whooping. 

Keluhan batuk yang cukup keras dan intens dapat menimbulkan rasa lelah, muntah hingga sulit untuk bernapas. Tidak jarang dapat disertai dengan perubahan warna wajah menjadi kemerahan hingga kebiruan karena kurangnya asupan oksigen. 

Tahap berikutnya adalah tahap pemulihan. Pada fase ini keluhan batuk sudah mulai mereda. Namun pada beberapa orang, kondisi batuk bisa berlangsung dalam jangka waktu yang cukup panjang. Gejala lain seperti rasa lelah karena batuk dan muntah juga semakin berkurang.  

Komplikasi pertusis 

Komplikasi dapat terjadi jika kondisi pertusis tidak ditangani dengan baik. Komplikasi dapat lebih sering ditemukan pada bayi dan anak. Hal ini berkaitan juga dengan imunitas tubuhnya yang belum terbentuk dengan baik sehingga lebih rentan terinfeksi dan mengalami gejala yang lebih berat. 

Komplikasi dari batuk rejan yang dapat ditemukan berupa pneumonia, dimana ditemukan infeksi pada organ paru. Selain itu, batuk kronis dan intens dapat menyebabkan keletihan parah, kejang hingga masalah pernapasan. Selain itu, dapat juga menyebabkan kerusakan otak karena asupan oksigen yang terlalu sedikit. 

Tatalaksana pertusis 

Tatalaksana pertusis sangat dipengaruhi oleh tingkat keparahan dan berbagai gejala yang ditimbulkannya. Gejala berupa demam dan batuk pada fase awal dapat diatasi dengan konsumsi obat sesuai dengan kebutuhan atau gejala yang dialami, seperti antipiretik untuk menurunkan demam dan antitusif untuk meredakan batuk. 

Sedangkan untuk kondisi infeksi bakteri ini membutuhkan penanganan berupa antibiotik. Konsumsi obat ini harus sesuai dengan rekomendasi dokter agar pengobatan dapat optimal dan mencegah terjadinya resistensi antibiotik. 

Pada kondisi pertusis berat yang membutuhkan evaluasi secara ketat dapat dilakukan di rumah sakit. Kondisi ini dilakukan pada bayi atau anak dengan gejala yang cukup berat. 

Pencegahan pertusis 

Sangat penting untuk menjaga pola hidup sehat dengan gizi seimbang agar imunitas tubuh terjaga dengan baik. Tidak hanya makronutrien seperti karbohidrat, protein dan lemak, namun kebutuhan akan mikronutrien seperti vitamin dan mineral juga harus dipenuhi. 

Selain itu, menjaga kebersihan diri dan lingkungan juga memiliki peranan yang sangat penting agar tidak mudah tertular. Mencuci tangan dengan menggunakan air mengalir dan sabun dapat membantu menurunkan risiko terpapar bakteri penyebab penyakit. 

Pemberian vaksin pada anak sesuai dengan rekomendasi Ikatan Dokter Anak Indonesia atau IDAI sangatlah penting. Dengan memberikan vaksin sesuai jadwal, akan membantu membentuk antibodi spesifik pada tubuh sehingga ketika suatu saat terinfeksi dapat melawannya dan gejala yang ditimbulkan akan lebih ringan dibandingkan dengan yang tidak divaksinasi. 

Pemberian vaksin DPT dapat membantu melawan penyakit difteri, pertusis dan tetanus. Pemberian vaksin DPT sesuai rekomendasi IDAI dapat diberikan pada usia anak 2, 3, 4 bulan atau 2, 4, 6 bulan. Setelahnya dapat diberikan vaksin booster saat menginjak kelas 1, kelas 2 dan kelas 5 dengan mengikuti program Bulan Imunisasi Anak Sekolah (BIAS) di sekolah dasar. 

 

Ditulis oleh dr. Valda Garcia
Ditinjau oleh dr. Ernest Eugene

Penyakit Difteri – Gejala, Penyebab, dan Kapan Harus Ke Dokter

Salah satu penyakit yang dapat dibantu dicegah dengan vaksin DPT adalah difteri. Apa sebenarnya difteri, gejala yang dapat ditimbulkan hingga seberapa penting pemberian vaksin? Mari kita bahas lebih lanjut. 

Penyakit difteri adalah salah satu penyakit yang disebabkan oleh infeksi bakteri. Penyakit ini dapat menyerang berbagai golongan usia dan dapat menimbulkan berbagai komplikasi hingga gangguan pernapasan. 

Apa penyebab difteri? 

Penyakit difteri disebabkan oleh infeksi bakteri Corynebacterium diphtheriae. Proses penyebaran infeksi ini dapat melalui droplet atau tetesan air yang dikeluarkan oleh orang terinfeksi yang batuk dan bersin. Salah satu tanda khas dari infeksi ini adalah terbentuknya selaput atau lapisan pada tenggorokan yang dapat mengganggu pernapasan. 

Gejala difteri 

Penyakit difteri dapat ditemukan pada anak hingga dewasa, bahkan lansia. Pada anak, imunitas tubuh belum berkembang secara optimal. Oleh karena itu, maka risiko tertular dan terinfeksi suatu penyakit akan lebih tinggi, termasuk difteri. 

Gejala awal yang dapat ditemukan pada orang dengan difteri mungkin bisa terlihat mirip dengan infeksi virus atau bakteri lainnya yang menyerang sistem pernapasan. Gejalanya antara lain adalah demam, sakit tenggorokan hingga pembesaran kelenjar getah bening. 

Namun tanda yang khas adalah adanya lapisan tebal berwarna abu-abu pada tenggorokan atau amandel. Jika lapisan cukup tebal dan luas, dapat menimbulkan keluhan berupa kesulitan menelan hingga gangguan dalam bernapas. 

Komplikasi difteri 

Gejala awal difteri mungkin terlihat serupa dengan infeksi biasa, namun jika kondisi ini tidak ditangani dengan baik dapat menimbulkan berbagai gejala berat hingga komplikasi yang dapat berbahaya, khususnya bagi anak. 

Difteri dapat menimbulkan gangguan dalam pernapasan karena ada lapisan tebal yang menutupi saluran pernapasan. Selain itu, infeksi juga dapat meluas hingga menimbulkan peradangan pada otot jantung atau miokarditis hingga menyebabkan gagal jantung. 

Kondisi infeksi ini juga dapat menyebabkan kerusakan pada saraf meskipun biasanya bersifat sementara. Namun jika tidak segera ditangani dapat menimbulkan kerusakan yang lebih berat. Selain itu, toksin atau racun dari bakteri ini dapat juga menimbulkan masalah pada ginjal. 

Tatalaksana difteri 

Tatalaksana difteri sangat dipengaruhi oleh tingkat keparahan dan berbagai gejala yang ditimbulkannya. Gejala berupa demam dan sakit tenggorokan dapat diatasi dengan obat sesuai dengan kebutuhan, seperti antipiretik untuk menurunkan demam. 

Sedangkan untuk kondisi infeksi bakteri ini membutuhkan penanganan berupa antibiotik. Konsumsi obat ini harus sesuai dengan rekomendasi dokter agar pengobatan dapat optimal dan mencegah terjadinya resistensi antibiotik. 

Untuk mengatasi toksin atau racun yang dihasilkan oleh bakteri, dapat juga diberikan antitoksin difteri. Pengobatan difteri membutuhkan isolasi untuk menurunkan risiko penularan dan dapat dilakukan di rumah sakit pada kondisi yang cukup berat dan membutuhkan evaluasi ketat. 

Pencegahan difteri 

Sangat penting untuk menjaga pola hidup sehat dengan gizi seimbang agar imunitas tubuh terjaga dengan baik. Tidak hanya makronutrien seperti karbohidrat, protein dan lemak, namun kebutuhan akan mikronutrien seperti vitamin dan mineral juga harus dipenuhi. 

Selain itu, menjaga kebersihan diri dan lingkungan juga memiliki peranan yang sangat penting agar tidak mudah tertular. Mencuci tangan dengan menggunakan air mengalir dan sabun dapat membantu menurunkan risiko terpapar bakteri penyebab penyakit. 

Pemberian vaksin pada anak sesuai dengan rekomendasi Ikatan Dokter Anak Indonesia atau IDAI sangatlah penting. Dengan memberikan vaksin sesuai jadwal, akan membantu membentuk antibodi spesifik pada tubuh sehingga ketika suatu saat terinfeksi dapat melawannya dan biasanya gejala yang ditimbulkan akan lebih ringan dibandingkan dengan yang tidak divaksinasi. 

Pemberian vaksin DPT dapat membantu melawan penyakit difteri, pertusis dan tetanus. Pemberian vaksin DPT sesuai rekomendasi IDAI dapat diberikan pada usia anak 2, 3, 4 bulan atau 2, 4, 6 bulan. Setelahnya dapat diberikan vaksin booster saat menginjak kelas 1, kelas 2 dan kelas 5 dengan mengikuti program Bulan Imunisasi Anak Sekolah (BIAS) di sekolah dasar. 

 

Ditulis oleh dr. Valda Garcia
Ditinjau oleh dr. Ernest Eugene

Vaksin Demam Berdarah Dengue (DBD) – Untuk Anak dan Dewasa

Penyakit demam berdarah merupakan salah satu penyakit infeksi virus yang cukup sering ditemukan dan seringkali menimbulkan wabah di suatu daerah karena penularannya yang cukup mudah. Terdapat vaksin demam berdarah dengue yang dapat diberikan sebagai upaya pencegahan. Mari kita bahas lebih lanjut. 

Sesuai dengan anjuran Ikatan Dokter Anak Indonesia (IDAI), anak sangat disarankan untuk diberikan vaksin sesuai dengan jadwal yang telah dianjurkan. Sangat penting untuk dapat memberikan vaksinasi yang lengkap sesuai jadwal agar perlindungan pada anak dapat berlangsung secara optimal. 

Apa yang dimaksud dengan vaksin? 

Vaksin adalah suatu zat yang digunakan untuk merangsang sistem kekebalan tubuh agar membentuk imunitas terhadap penyakit tertentu. Vaksin dibentuk dari bagian virus atau bakteri yang dilemahkan, dimatikan atau menggunakan zat lain yang memiliki karakteristik serupa. 

Dengan pemberian vaksin dengan metode dan jadwal yang sesuai anjuran, diharapkan dapat terbentuk imunitas tubuh sehingga jika suatu saat terkena infeksi dari mikroorganisme tersebut, tubuh sudah memiliki “bekal” berupa antibodi yang siap untuk melawannya. 

Perbedaan vaksinasi dan imunisasi 

Kedua istilah ini seringkali digunakan bersamaan. Vaksinasi adalah tindakan pemberian vaksin kepada seseorang. Pemberian vaksinasi dapat menggunakan jarum suntik dan per oral jika sediannya berupa cairan.  

Sedangkan imunisasi adalah proses yang terjadi setelah vaksinasi. Setelahnya akan terbentuk antibodi dalam tubuh untuk melawan zat yang diberikan melalui proses vaksinasi. 

Vaksin Dengue 

Berdasarkan jadwal imunisasi anak usia 0-18 tahun yang diberikan oleh Ikatan Dokter Anak Indonesia atau IDAI, terdapat dua jenis vaksin dengue yang dapat diberikan. Perbedaan dari kedua jenis vaksin ini adalah batasan usia dan kontraindikasi pemberian vaksin. 

Vaksin Chimeric Yellow Fever Dengue atau CYD dapat diberikan pada anak usia 9-16 tahun sebanyak 3 dosis dengan interval 6 bulan. Vaksin ini hanya dapat diberikan pada anak yang pernah mengalami infeksi dengue sebelumnya. Hal ini dapat dikonfirmasi dengan pemeriksaan antigen melalui metode dengue rapid test NS-1, PCR ELISA atau tes serologi IgM dan IgG anti dengue.  

Vaksin ini tidak disarankan untuk diberikan pada anak yang belum pernah mengalami infeksi dengue sebelumnya karena adanya risiko terjadi kondisi demam berdarah berat ketika terinfeksi di kemudian hari. 

Selain vaksin CYD, terdapat jenis vaksin lain sebagai upaya pencegahan demam berdarah, yaitu vaksin TAK-003 atau yang sering disebut dengan Qdenga. Berdasarkan rekomendasi IDAI, vaksin ini dapat diberikan pada usia 6-45 tahun sebanyak 2 dosis dengan interval 3 bulan. 

Berbeda dengan vaksin CYD, pemberian vaksin TAK-003 dapat diberikan tanpa memperhatikan riwayat infeksi dengue sebelumnya. Dengan kata lain, vaksin ini tetap aman diberikan pada orang yang tidak pernah terinfeksi dengue sebelumnya. 

Cara Kerja Vaksin DBD 

Demam berdarah dengue atau DBD disebabkan oleh infeksi virus dengue yang dibawa oleh nyamuk Aedes aegypti betina yang menggigit manusia. Tidak hanya nyamuk jenis tersebut, beberapa kasus DBD dapat juga disebarkan oleh nyamuk Aedes albopictus. 

Virus dengue memiliki empat jenis serotipe, yaitu DENV-1, DENV-2, DENV-3 dan DENV-4. Ketika seseorang terinfeksi salah satu jenis serotipe dari virus tersebut, tidak akan menimbulkan kekebalan terhadap serotipe lainnya. Oleh karena itu, jika suatu saat terinfeksi virus dengan serotipe yang berbeda akan tetap menimbulkan keluhan. Hal ini yang menyebabkan infeksi demam berdarah dengue dapat berulang. 

Dengan pemberian vaksin dengue yang mengandung virus dengue yang telah dilemahkan atau dimodifikasi, diharapkan akan menimbulkan respon sistem kekebalan tubuh namun tidak menimbulkan penyakit. 

Dengan vaksinasi, tubuh akan membentuk antibodi spesifik terhadap keempat serotipe dengue tersebut. Jika suatu saat virus dengue masuk ke dalam tubuh, imunitas tubuh sudah mengenalinya dan antibodi spesifik tersebut dapat bekerja melawan infeksi virus. 

Meskipun tidak dapat menjamin seseorang tidak mengalami infeksi, namun gejala yang ditimbulkan pada orang yang telah divaksinasi akan jauh lebih ringan dibandingkan dengan orang yang belum pernah divaksin. 

Metode Vaksinasi 

Vaksin CYD dan TAK-003 menggunakan metode penyuntikan vaksin yang berbeda. Sangat penting untuk berkonsultasi dengan dokter terlebih dahulu terkait riwayat penyakit sebelumnya sehingga dapat menentukan jenis vaksin yang tepat dan efektivitasnya optimal. 

Untuk jenis vaksin CYD diberikan dengan metode penyuntikan intramuskular pada area lengan atas otot deltoid. Sedangkan untuk vaksin TSK-003 atau Qdenga diberikan dengan metode penyuntikan subkutan pada area lengan. 

Efek Samping 

Setiap tindakan medis pasti dapat menimbulkan efek samping tertentu. Namun jika dibandingkan antara efek samping dengan dampak positif yang diberikan dari tindakan vaksinasi DBD, maka akan ditemukan jauh lebih banyak dampak positif yang ditimbulkan. 

Pasca vaksinasi, seringkali ditemukan adanya keluhan pada area suntikan seperti perubahan warna kulit menjadi kemerahan, gatal, nyeri hingga bekas luka kecil. Namun kondisi ini akan pulih dengan sendirinya seiring dengan berjalannya waktu. 

Untuk membantu meredakan keluhan, bila diperlukan dapat diberikan tatalaksana dan obat sesuai gejala. Pemberian kompres dingin dapat membantu meredakan peradangan. Jika nyeri cukup mengganggu dapat diberikan obat pereda nyeri. 

Dapat juga ditemukan efek samping pasca vaksinasi DBD berupa demam ringan, sakit kepala, lemas hingga mual. Meskipun jarang, namun jika mengalami kondisi ini bisa dibantu dengan konsumsi obat untuk meredakan gejala. Namun jika keluhan tidak kunjung membaik, sebaiknya bisa melakukan pemeriksaan lebih lanjut dengan dokter. 

Pada beberapa orang dengan reaksi hipersensitivitas atau alergi yang berat, dapat terjadi reaksi alergi pasca vaksinasi. Keluhan yang muncul dapat sangat bervariasi. Meskipun jarang, dapat ditemukan keluhan ruam, demam, hingga reaksi anafilaksis. Oleh karena itu, sangat penting untuk berkonsultasi dengan dokter sebelum tindakan. 

Seperti risiko penyuntikan secara general namun relatif jarang ditemukan adalah infeksi sekunder atau abses. Kondisi ini biasanya terjadi karena pemberian vaksin dengan metode yang tidak steril. Sangat penting untuk dapat memberikan vaksin dengan menjaga kebersihan dan sterilitas alat dan lingkungan. 

Efek samping pasca vaksinasi DBD biasanya sangat kecil. Namun sangat penting untuk tetap melakukan konsultasi sebelum tindakan vaksinasi untuk menilai apakah ada faktor risiko tertentu yang dapat meningkatkan risiko timbulnya efek samping pasca vaksinasi. Khususnya terkait dengan reaksi alergi. 

Vaksin DBD untuk Anak 

Demam berdarah merupakan salah satu penyakit infeksi yang proses penularannya cukup mudah dan dapat menimbulkan wabah. Pada anak yang imunitas tubuhnya sedang dalam proses perkembangan, akan lebih rentan mengalami infeksi. Oleh karena itu, upaya pencegahan merupakan hal yang sangat penting. 

Jika ada anggota keluarga, teman atau lingkungan sekitar tempat tinggal mengalami infeksi demam berdarah dengue, sangat penting untuk lebih meningkatkan upaya pencegahan agar tidak mudah tertular. 

Proses penyebaran virus dengue melalui gigitan nyamuk. Oleh karena itu, hindari faktor yang dapat meningkatkan perkembangbiakan nyamuk tersebut. Bersihkan dan menguras wadah air, menutup wadah air dan membuang barang bekas yang dapat menjadi sarang nyamuk. Penggunaan bubuk larvasida untuk membasmi jentik nyamuk dapat dilakukan. 

Penggunaan obat nyamuk, pakaian pelindung, kelambu hingga alat pengusir nyamuk dapat dilakukan, khususnya untuk mencegah anak digigit nyamuk. Upaya pengasapan atau fogging dapat dilakukan, khususnya jika tinggal di daerah yang berisiko tinggi terinfeksi DBD. 

Vaksinasi merupakan upaya pencegahan yang sangat penting untuk dilakukan, khususnya bagi anak yang imunitas tubuhnya belum optimal. Dengan pemberian vaksinasi lengkap dan sesuai jadwal yang direkomendasikan oleh dokter dapat membantu membentuk antibodi. 

Meskipun suatu saat anak terinfeksi, sudah terdapat antibodi spesifik yang dapat melawan infeksi virus dengue yang masuk ke dalam tubuh. Anak yang sudah divaksinasi memiliki antibodi, sehingga meskipun terinfeksi gejalanya akan jauh lebih ringan dibandingkan dengan yang tidak menerima vaksin DBD. 

 

Ditulis oleh dr. Valda Garcia
Ditinjau oleh dr. Ernest Eugene

Penyakit Tuberkulosis (TBC) – Gejala dan Penyebabnya

Salah satu penyakit menular yang cukup sering ditemukan di Indonesia adalah tuberkulosis. Apa penyebab dan gejala yang dapat ditemukan? Mari kita bahas lebih lanjut. 

Penyakit tuberkulosis atau yang sering disebut dengan TBC merupakan salah satu penyakit menular yang angka kejadiannya cukup tinggi di Indonesia. Hal ini berkaitan erat dengan proses penularannya yang cukup mudah, khususnya pada area dengan ventilasi, sirkulasi udara dan paparan sinar matahari yang kurang baik. 

Apa penyebab tuberkulosis? 

Penyakit TBC merupakan penyakit menular yang disebabkan oleh infeksi bakteri Mycobacterium tuberculosis. Proses penularan dapat melalui udara, ketika seseorang yang terinfeksi batuk, bersin dan berbicara yang menimbulkan keluarnya droplet yang berisi bakteri. Orang yang menghirupnya akan berisiko terinfeksi TBC. 

Risiko penularan TBC akan jauh lebih tinggi jika orang tersebut tidak pernah menerima vaksin BCG atau memiliki imunitas tubuh yang rendah. Faktor risiko lain seperti lingkungan yang terlalu padat, tidak bersih, gizi buruk hingga riwayat penyakit atau pengobatan tertentu dapat meningkatkan risiko seseorang terkena TBC. 

Perbedaan tuberkulosis dengan batuk biasa 

Salah satu gejala orang yang terinfeksi tuberkulosis adalah batuk. Perbedaannya dengan keluhan biasa adalah durasi keluhan. Batuk pada TBC biasanya bersifat kronis, dimana dapat dialami lebih dari 2 minggu. Batuk pada TBC biasanya berdahak disertai dengan darah. 

Berbeda dengan batuk biasa seperti pada kondisi infeksi virus atau common cold yang disertai dengan pilek, sakit tenggorokan, sakit kepala dan demam ringan, pada TBC biasanya disertai dengan keluhan sesak napas dan penurunan berat badan tanpa sebab yang jelas. 

Selain itu, batuk biasa yang seringkali disebabkan oleh infeksi virus akan membaik dengan sendirinya ketika imunitas tubuh terjaga dengan baik. Berbeda dengan kondisi TBC yang disebabkan oleh infeksi bakteri yang membutuhkan pengobatan berupa antibiotik. 

Pencegahan TBC 

Sangat penting untuk menjaga daya tahan tubuh dengan baik untuk membantu membentengi tubuh dari berbagai mikroorganisme yang dapat menimbulkan berbagai penyakit, termasuk TBC. Oleh karena itu, sangat penting untuk menjaga pola hidup sehat dengan konsumsi makanan gizi seimbang dan rutin berolahraga. 

Pemberian vaksin BCG juga sangatlah penting untuk membentuk antibodi dalam tubuh. Vaksin ini disarankan untuk diberikan pada bayi baru lahir, sebelum menginjak usia 2 bulan. Dengan vaksinasi dapat membantu menurunkan risiko terinfeksi. Sekalipun terinfeksi, biasanya gejala yang ditimbulkan akan relatif lebih ringan. 

Selain itu, anak lebih rentan terinfeksi berbagai penyakit karena imunitas tubuhnya yang belum terbentuk dengan sempurna. Termasuk TBC, anak akan lebih rentan tertular. Pengobatan TBC untuk anak terbatas karena banyak efek samping yang dapat ditimbulkan. Oleh karena itu, sangat penting untuk dapat melakukan upaya pencegahan. 

Sangat penting untuk menjaga kebersihan diri dan lingkungan agar dapat terhindar dari berbagai penyakit, termasuk tuberkulosis. Penting juga untuk menjaga ventilasi udara agar terjaga dengan baik, termasuk pencahayaan dari sinar matahari. 

Jika ada gejala khas TBC pada diri atau orang sekitar seperti batuk berdahak kronis disertai darah, sesak napas, penurunan berat badan tanpa sebab yang jelas, sangat disarankan untuk segera melakukan pemeriksaan diri ke dokter agar dapat dievaluasi lebih lanjut agar dapat terdeteksi sedini mungkin dan memperoleh terapi yang tepat. 

Komplikasi TBC 

Tidak hanya dapat menyerang jaringan paru, infeksi tuberkulosis juga dapat menimbulkan berbagai komplikasi seperti pleuritis yaitu peradangan pada selaput lapisan luar paru, efusi pleura hingga menyebar ke organ lain seperti TB tulang, kelenjar getah bening, saluran cerna, ginjal hingga ke otak. 

Pengobatan tuberkulosis membutuhkan kombinasi antibiotik yang harus dikonsumsi secara rutin dalam jangka panjang. Durasi pengobatan dapat bervariasi berdasarkan jenis kasus TBC yang dialami. Umumnya pengobatan membutuhkan waktu 6-9 bulan dan akan melewati evaluasi secara berkala oleh dokter yang menangani. 

 

 

Ditulis oleh dr. Valda Garcia
Ditinjau oleh dr. Ernest Eugene

Mengapa Vaksin BCG Penting Untuk Anak

Anak memiliki jadwal imunisasi yang telah direkomendasikan oleh Ikatan Dokter Anak Indonesia (IDAI). Jadwal ini sangat penting untuk dipenuhi agar anak dapat memiliki imunitas tubuh yang optimal untuk menghadapi berbagai penyakit, termasuk vaksinasi BCG untuk melawan tuberkulosis. 

Ikatan Dokter Anak Indonesia telah membuat jadwal imunisasi yang direkomendasikan. Terdapat beberapa jenis vaksin yang wajib diberikan pada anak dan ada juga beberapa jenis vaksin yang disarankan. Jadwal ini sangat penting untuk dipenuhi agar anak memiliki antibodi yang penting untuk melawan berbagai penyakit. 

Vaksin BCG 

Vaksin Bacillus Calmette Guerin atau BCG adalah salah satu jenis vaksin yang berisi bakteri yang dilemahkan. Isi dari vaksin BCG adalah bakteri Mycobacterium bovis yang memiliki karakteristik mirip dengan bakteri penyebab penyakit tuberkulosis, yaitu Mycobacterium tuberculosis. 

Berbeda dengan M. tuberculosis, bakteri M. bovis yang berada di dalam vaksin tidak akan menimbulkan penyakit ketika masuk ke dalam tubuh. Namun vaksin ini akan merangsang reaksi imunitas tubuh sehingga akan terbentuk antibodi. Jika suatu saat terdapat bakteri serupa yang masuk, antibodi ini sudah siap untuk melawannya. 

Pemberian vaksin BCG 

Sesuai dengan jadwal yang direkomendasikan oleh IDAI, vaksinasi BCG disarankan untuk diberikan pada bayi baru lahir hingga sebelum menginjak usia 2 bulan. Pemberian vaksinasi biasanya pada area lengan kiri bagian atas atau pada area deltoid. Pemberian dengan metode intradermal. 

Pada area suntikan pasca vaksinasi biasanya akan terbentuk papul atau benjolan kecil. Hal ini merupakan hal yang wajar ditemukan karena metode penyuntikan yang digunakan adalah intradermal. Pasca pemberian vaksin, biasanya akan terbentuk bekas luka atau scar pada area tersebut. 

Pentingkah imunisasi BCG? 

Secara umum, pemberian vaksin sangatlah penting untuk membantu terbentuknya imunitas tubuh, khususnya antibodi, untuk melawan berbagai mikroorganisme yang masuk ke dalam tubuh dan dapat menimbulkan penyakit. 

Imunisasi BCG dilakukan untuk melawan penyakit tuberkulosis atau TBC. Penyakit ini dapat menimbulkan berbagai manifestasi klinis, dari TB paru, TB tulang, TB kelenjar dan berbagai manifestasi klinis lainnya. 

Vaksinasi BCG mungkin tidak selalu dapat mencegah terjadinya infeksi TBC, namun orang yang telah menerima vaksin BCG akan mengalami gejala yang jauh lebih ringan dibandingkan dengan orang yang tidak divaksinasi. 

Selain itu, pemberian vaksin dengan lengkap dan sesuai dengan jadwal yang dianjurkan oleh dokter dapat membantu pembentukan imunitas tubuh yang optimal. Dengan imunisasi yang lengkap dapat juga membantu mencegah proses penularan penyakit. 

Pemberian vaksin BCG hanya perlu satu kali seumur hidup dan tidak perlu diulang atau booster. Hal ini terjadi karena biasanya antibodi akan bertahan dalam tubuh, meskipun kadar dan efektivitasnya bisa berbeda antara satu orang dengan yang lain. 

Dampak tidak vaksin BCG 

Di Indonesia, TBC merupakan salah satu penyakit menular yang memiliki angka kejadian penyakit cukup tinggi. Penyakit ini cukup mudah menular, khususnya jika tidak memiliki ventilasi udara yang baik. Terlebih jika orang tersebut memiliki riwayat penyakit lain yang menyebabkan imunitas tubuhnya tidak optimal. 

Orang yang tidak pernah menerima vaksin BCG akan lebih berisiko tertular tuberkulosis. Tidak hanya itu, gejala yang ditimbulkan akan relatif lebih berat dibanding dengan orang yang telah divaksin. 

Pemberian vaksinasi BCG pada anak sangatlah penting. Tidak hanya untuk menurunkan risiko penularan, pengobatan TBC untuk anak juga cukup terbatas. Hal ini mempengaruhi efektivitas pengobatan. Oleh karena itu, upaya pencegahan dengan vaksinasi sangatlah penting. 

 

Ditulis oleh dr. Valda Garcia
Ditinjau oleh dr. Ernest Eugene

Vaksin DPT – Cara kerja – Jadwal dan Efek Samping

Vaksin DPT merupakan salah satu vaksin yang sangat disarankan oleh Ikatan Dokter Anak Indonesia untuk diberikan pada anak sesuai dengan jadwal yang direkomendasikan. Hal ini sangat penting untuk dilakukan karena vaksin ini berperan untuk melawan penyakit Difteri, Pertusis dan Tetanus. 

Sesuai dengan anjuran Ikatan Dokter Anak Indonesia (IDAI), anak sangat disarankan untuk diberikan vaksin sesuai dengan jadwal yang telah dianjurkan. Sangat penting untuk dapat memberikan vaksinasi yang lengkap sesuai jadwal agar perlindungan pada anak dapat berlangsung secara optimal. 

Apa yang dimaksud dengan vaksin? 

Vaksin adalah suatu zat yang digunakan untuk merangsang sistem kekebalan tubuh agar membentuk imunitas terhadap penyakit tertentu. Vaksin dibentuk dari bagian virus atau bakteri yang dilemahkan, dimatikan atau menggunakan zat lain yang memiliki karakteristik serupa. 

Dengan pemberian vaksin dengan metode dan jadwal yang sesuai anjuran, diharapkan dapat terbentuk imunitas tubuh sehingga jika suatu saat terkena infeksi dari mikroorganisme tersebut, tubuh sudah memiliki “bekal” berupa antibodi yang siap untuk melawannya. 

Perbedaan vaksinasi dan imunisasi 

Kedua istilah ini seringkali digunakan bersamaan. Vaksinasi adalah tindakan pemberian vaksin kepada seseorang. Pemberian vaksinasi dapat menggunakan jarum suntik dan per oral jika sediannya berupa cairan.  

Sedangkan imunisasi adalah proses yang terjadi setelah vaksinasi. Setelahnya akan terbentuk antibodi dalam tubuh untuk melawan zat yang diberikan melalui proses vaksinasi. 

Vaksin DPT 

Vaksin DPT merupakan jenis vaksin yang diberikan untuk melawan penyakit difteri, pertusis atau batuk rejan dan tetanus. Vaksinasi ini penting untuk diberikan karena ketiga penyakit ini dapat menimbulkan berbagai gejala berat dan komplikasi, khususnya pada anak. 

Berdasarkan jadwal imunisasi anak usia 0-18 tahun yang diberikan oleh Ikatan Dokter Anak Indonesia atau IDAI, pemberian vaksin DPT dapat mulai diberikan pada usia 6 minggu. Pemberian vaksin dilakukan sebanyak 3 dosis, pada usia 2, 3, 4 bulan atau 2, 4, 6 bulan. 

Setelah pemberian vaksin sebanyak 3 dosis, IDAI juga menyarankan untuk memberikan booster setelahnya. Pemberian booster dapat diberikan pada usia 18 bulan. Booster berikutnya dapat diberikan pada usia 5-7 tahun dan 10-18 tahun atau pada kegiatan BIAS SD murid kelas 1 (DT/DTaP), kelas 2 (Td/Tdap), kelas 5 (Td/Tdap). 

Oleh karena itu, sangat penting untuk dapat melakukan imunisasi anak sesuai dengan rekomendasi IDAI, termasuk dengan mengikuti Bulan Imunisasi Anak Sekolah (BIAS) yang diselenggarakan. Dalam kegiatan ini, anak akan diberikan vaksin booster sesuai dengan usianya.  

Vaksin DT atau difteri dan tetanus dapat diberikan pada anak kelas 1 SD sebagai booster dari vaksin DPT yang telah diberikan sebelumnya sebanyak 3 dosis. Hal ini penting untuk diberikan agar anak memiliki imunitas tubuh yang optimal untuk melawan difteri dan tetanus. 

Sedangkan vaksin Td atau tetanus dan difteri diberikan pada anak kelas 2 dan 5 sekolah dasar sebagai booster untuk pembentukan antibodi melawan tetanus dan difteri pada anak. 

Cara Kerja Vaksin DPT 

Vaksin DPT diberikan untuk membentuk imunitas tubuh yang kuat untuk melawan tiga jenis penyakit, yaitu difteri, pertusis atau batuk rejan dan tetanus. Ketiga penyakit ini disebabkan oleh tiga jenis bakteri berbeda dengan gejala klinis yang berbeda. 

Difteri disebabkan oleh bakteri Corynebacterium diphtheriae yang menyebar melalui droplet yang berasal dari tetesan cairan dari batuk maupun bersin orang yang terinfeksi.  

Kondisi ini menimbulkan infeksi pada saluran pernapasan dan membentuk lapisan tebal di tenggorokan yang menimbulkan gangguan dalam pernapasan. Gejala umum yang sering ditemukan adalah demam, sakit tenggorokan hingga pembesaran kelenjar getah bening. 

Pertusis atau yang sering disebut dengan batuk rejan merupakan penyakit yang disebabkan oleh bakteri Bordatella pertussis. Proses penularannya berasal dari udara yang terinfeksi oleh bakteri tersebut.

Gejala khas pertusis adalah batuk parah dengan suara whooping dan seringkali melibatkan otot dada karena upaya batuk yang begitu keras. Kondisi batuk sangat intens dan dapat sangat mengganggu aktivitas sehari-hari. Tidak jarang ditemukan gejala berupa muntah setelah batuk. 

Tetanus merupakan penyakit yang disebabkan oleh bakteri Clostridium tetani yang seringkali ditemukan di tanah, debu dan kotoran. Proses infeksinya melalui luka  yang terkontaminasi.

Meskipun tetanus tidak menular, namun gejala yang ditimbulkan dapat sangat berat. Gejala yang dapat ditemukan berupa kekakuan pada otot, khususnya pada area rahang hingga sulit untuk menutup mulut, leher dan perut. Jika tidak ditangani dengan baik, kondisi ini dapat menimbulkan kesulitan bernapas karena kekakuan otot. 

Vaksin DPT berisi komponen ketiga bakteri tersebut yang dilemahkan atau dimatikan sehingga tidak menimbulkan penyakit ketika dimasukkan ke dalam tubuh. Dengan pemberian vaksin, diharapkan akan memicu reaksi imunitas tubuh untuk membentuk antibodi terhadap bakteri tersebut. 

Proses ini sangat penting karena tubuh menjadi memiliki “bekal” untuk melawan bakteri tersebut di kemudian hari. Jika suatu saat bakteri tersebut masuk ke dalam tubuh, imunitas tubuh sudah memiliki antobodi spesifik untuk melawannya sehingga dapat melindungi tubuh dari infeksi dan meskipun terinfeksi gejalanya akan lebih ringan. 

Metode Vaksinasi 

Metode pemberian vaksin DPT dilakukan dengan injeksi atau suntikan intramuskular (IM), yaitu dengan menyuntikkan vaksin ke dalam otot. Pada bayi dan anak kecil, lokasi pemberian suntikan pada otot paha bagian atas. Sedangkan pada anak yang lebih besar akan diberikan pada area otot lengan atas atau deltoid. 

Efek Samping 

Setiap tindakan medis pasti dapat menimbulkan efek samping tertentu. Namun jika dibandingkan antara efek samping dengan dampak positif yang diberikan dari tindakan vaksinasi DPT, maka akan ditemukan jauh lebih banyak dampak positif yang ditimbulkan. 

Pasca vaksinasi, seringkali ditemukan adanya keluhan pada area suntikan seperti perubahan warna kulit menjadi kemerahan, gatal, nyeri hingga bekas luka kecil. Namun kondisi ini akan pulih dengan sendirinya seiring dengan berjalannya waktu. 

Untuk membantu meredakan keluhan, bila diperlukan dapat diberikan tatalaksana dan obat sesuai gejala. Pemberian kompres dingin dapat membantu meredakan peradangan. Jika nyeri cukup mengganggu dapat diberikan obat pereda nyeri. 

Dapat juga ditemukan efek samping pasca vaksinasi DPT berupa demam ringan, rewel atau mudah marah pada anak kecil, merasa lelah dan mengantuk hingga penurunan nafsu makan.  

Dapat juga ditemukan demam tinggi lebih dari 39 derajat. Jika mengalami kondisi ini bisa dibantu dengan konsumsi obat antipiretik untuk meredakan demam. Namun jika keluhan tidak kunjung membaik, sebaiknya bisa melakukan pemeriksaan lebih lanjut dengan dokter. 

Pada beberapa orang dengan reaksi hipersensitivitas atau alergi yang berat, dapat terjadi reaksi alergi pasca vaksinasi. Keluhan yang muncul dapat sangat bervariasi. Meskipun jarang, dapat ditemukan keluhan ruam, demam, hingga reaksi anafilaksis. Oleh karena itu, sangat penting untuk berkonsultasi dengan dokter sebelum tindakan. 

Efek samping lain yang relatif jarang ditemukan adalah infeksi sekunder atau abses. Kondisi ini biasanya terjadi karena pemberian vaksin dengan metode yang tidak steril. Sangat penting untuk dapat memberikan vaksin dengan menjaga kebersihan dan sterilitas alat dan lingkungan. 

Efek samping pasca vaksinasi DPT terbilang sangat kecil. Namun sangat penting untuk tetap melakukan konsultasi sebelum tindakan vaksinasi untuk menilai apakah ada faktor risiko tertentu yang dapat meningkatkan risiko timbulnya efek samping pasca vaksinasi. Khususnya terkait dengan reaksi alergi. 

Vaksin DPT untuk Anak 

Vaksin DPT sangat penting untuk diberikan pada anak karena dengan vaksinasi ini dapat membentuk imunitas tubuh dengan optimal untuk melawan penyakit difteri, pertusis atau batuk rejan dan tetanus. 

Difteri dan pertusis merupakan penyakit infeksi yang dapat menular. Pada anak yang imunitas tubuhnya sedang dalam proses perkembangan, biasanya akan lebih rentan mengalami infeksi. Oleh karena itu, upaya pencegahan merupakan hal yang sangat penting. 

Sedangkan untuk penyakit tetanus, meskipun tidak dapat menularkan antar manusia, namun proses terinfeksi bakteri ini dapat terbilang mudah, khususnya pada anak yang sedang sangat aktif beraktivitas di luar ruangan. Oleh karena itu, upaya pencegahan dengan pemberian vaksin ini juga sangat penting. 

Dengan pemberian vaksin DPT, anak sudah memiliki antibodi spesifik terhadap bakteri tersebut. Sehingga jika suatu saat terinfeksi, imunitas tubuh dapat melawannya. Sekalipun menimbulkan gejala, secara empiris akan jauh lebih ringan dibandingkan dengan yang tidak menerima vaksin. 

 

Ditulis oleh dr. Valda Garcia
Ditinjau oleh dr. Ernest Eugene

Alasan Mengapa Vaksin DBD (Demam Berdarah Dengue) penting!

Anak memiliki jadwal imunisasi yang telah direkomendasikan oleh Ikatan Dokter Anak Indonesia (IDAI). Jadwal ini sangat penting untuk dipenuhi agar anak dapat memiliki imunitas tubuh yang optimal untuk menghadapi berbagai penyakit, termasuk vaksinasi DBD untuk melawan demam berdarah dengue.

Ikatan Dokter Anak Indonesia telah membuat jadwal imunisasi yang direkomendasikan. Terdapat beberapa jenis vaksin yang wajib diberikan pada anak dan ada juga beberapa jenis vaksin yang disarankan. Jadwal ini sangat penting untuk dipenuhi agar anak memiliki antibodi yang penting untuk melawan berbagai penyakit.

Vaksin DBD

Vaksin demam berdarah dengue yang direkomendasikan oleh Ikatan Dokter Anak Indonesia atau IDAI terdapat 2 jenis. Pemilihan vaksin dengue yang diberikan sangat ditentukan oleh usia anak dan riwayat infeksi dengue sebelumnya. Oleh karena itu, sangat penting untuk berkonsultasi dengan dokter sebelum vaksinasi.

Vaksin dengue Chimeric Yellow Fever Dengue atau CYD dapat diberikan pada anak usia 9-16 tahun sebanyak 3 dosis, dengan interval 6 bulan. Vaksin ini dapat diberikan pada anak yang pernah terinfeksi dengue sebelumnya. Akan dilakukan pemeriksaan laboratorium untuk memastikan hal tersebut.

Riwayat infeksi sebelumnya akan dikonfirmasi dengan pemeriksaan antigen melalui metode dengue rapid test NS-1 atau PCR ELISA maupun serologi IgM dan IgG anti dengue. Hal ini penting untuk dipastikan karena adanya risiko infeksi demam berdarah dengue berat di kemudian hari jika tidak ada riwayat infeksi dengue sebelum vaksin CYD.

Jenis vaksin dengue lain yang dapat diberikan adalah TAK-003 atau sering juga disebut dengan Qdenga. Vaksin ini dapat diberikan pada usia 6-45 tahun sebanyak 2 dosis, dengan interval 3 bulan. Vaksin ini dapat diberikan pada orang yang belum maupun pernah mengalami infeksi dengue sebelumnya.

Pemberian vaksin DBD

Pemberian vaksin DBD dapat disesuaikan dengan rekomendasi jadwal imunisasi yang telah dibuat oleh IDAI. Pemberian vaksin DBD menggunakan jarum suntik. Untuk vaksin CYD menggunakan metode intramuskular, sedangkan vaksin TSK-003 atau Qdenga diberikan dengan metode subkutan.

Pentingkah imunisasi DBD?

Secara umum, pemberian vaksin sangatlah penting untuk membantu terbentuknya imunitas tubuh, khususnya antibodi, untuk melawan berbagai mikroorganisme yang masuk ke dalam tubuh dan dapat menimbulkan penyakit.

Imunisasi dengue dilakukan untuk melawan infeksi virus dengue. Penyakit ini dapat menimbulkan berbagai manifestasi klinis, dari yang bersifat ringan hingga berat. Pada kondisi berat dapat menimbulkan berbagai komplikasi seperti perdarahan internal hingga menyebabkan syok.

Vaksinasi DBD mungkin tidak selalu dapat mencegah terjadinya infeksi DBD, namun orang yang telah menerima vaksin akan mengalami gejala yang jauh lebih ringan dibandingkan dengan orang yang tidak divaksinasi.

Selain itu, pemberian vaksin dengan lengkap dan sesuai dengan jadwal yang dianjurkan oleh dokter dapat membantu pembentukan imunitas tubuh yang optimal. Dengan imunisasi yang lengkap dapat juga membantu mencegah proses penularan penyakit.

Dampak tidak vaksin DBD

Di Indonesia, penyakit DBD merupakan salah satu penyakit menular yang disebabkan oleh infeksi, memiliki angka kejadian penyakit cukup tinggi. Penyakit ini cukup mudah menular, khususnya jika tinggal di area yang lebih rentan mengalami wabah DBD. Terlebih jika orang tersebut memiliki riwayat penyakit lain yang menyebabkan imunitas tubuhnya tidak optimal.

Orang yang tidak pernah menerima vaksin akan lebih berisiko tertular. Tidak hanya itu, gejala yang ditimbulkan biasanya akan relatif lebih berat dibanding dengan orang yang telah divaksin.

Pemberian vaksinasi dengue pada anak maupun dewasa sangatlah penting. Tidak hanya untuk menurunkan risiko penularan, pemberian vaksin dapat membantu mencegah munculnya gejala berat dan berbagai komplikasi lainnya. Oleh karena itu, upaya pencegahan dengan vaksinasi sangatlah penting.

 

Ditulis oleh dr. Valda Garcia
Ditinjau oleh dr. Ernest Eugene

Mengenal Vaksin BCG (Bacille Calmette Guerin): Cara Kerja, Jadwal, Efek Samping

Vaksinasi BCG merupakan salah satu bagian dari vaksinasi yang disarankan oleh pemerintah. Upaya vaksinasi sangat penting untuk mencegah terjadinya infeksi atau meminimalisir risiko gejala berat ketika terinfeksi. Mari kita bahas lebih lanjut terkait vaksinasi BCG. 

Sesuai dengan anjuran Ikatan Dokter Anak Indonesia (IDAI), anak sangat disarankan untuk diberikan vaksin sesuai dengan jadwal yang telah dianjurkan. Sangat penting untuk dapat memberikan vaksinasi yang lengkap sesuai jadwal agar perlindungan pada anak dapat berlangsung secara optimal. 

Apa yang dimaksud dengan vaksin? 

Vaksin adalah suatu zat yang digunakan untuk merangsang sistem kekebalan tubuh agar membentuk imunitas terhadap penyakit tertentu. Vaksin dibentuk dari bagian virus atau bakteri yang dilemahkan, dimatikan atau menggunakan zat lain yang memiliki karakteristik serupa. 

Dengan pemberian vaksin dengan metode dan jadwal yang sesuai anjuran, diharapkan dapat terbentuk imunitas tubuh sehingga jika suatu saat terkena infeksi dari mikroorganisme tersebut, tubuh sudah memiliki “bekal” berupa antibodi yang siap untuk melawannya. 

Perbedaan vaksinasi dan imunisasi 

Kedua istilah ini seringkali digunakan bersamaan. Vaksinasi adalah tindakan pemberian vaksin kepada seseorang. Pemberian vaksinasi dapat menggunakan jarum suntik dan per oral jika sediannya berupa cairan.  

Sedangkan imunisasi adalah proses yang terjadi setelah vaksinasi. Setelahnya akan terbentuk antibodi dalam tubuh untuk melawan zat yang diberikan melalui proses vaksinasi. 

Vaksin BCG 

Vaksin Bacillus Calmette Guerin atau BCG adalah vaksin yang digunakan untuk mencegah tuberkulosis atau sering disebut dengan TBC atau TB. Vaksin ini berasal dari bakteri Mycobacterium bovis yang dilemahkan. Dengan pemberian vaksin ini diharapkan terbentuk antibodi terhadap bakteri penyebab TBC. 

Dengan adanya antibodi yang terbentuk setelah vaksinasi, diharapkan dapat membantu imunitas tubuh ketika suatu saat terinfeksi bakteri Mycobacterium tuberculosis penyebab TBC. 

Ketika orang yang sudah divaksinasi BCG terinfeksi bakteri tersebut, diharapkan dapat membantu imunitas tubuh dalam melawan infeksi. Meskipun terinfeksi, biasanya gejala yang ditimbulkan akan lebih ringan dibandingkan dengan orang yang tidak divaksinasi. 

Cara Kerja Vaksin BCG 

Pada dasarnya, pemberian vaksin diharapkan membentuk sistem kekebalan tubuh yang lebih baik ketika menghadapi mikroorganisme tertentu. Hal yang serupa terjadi saat pemberian vaksin BCG. 

Pemberian vaksin BCG diharapkan dapat membantu tubuh untuk melawan bakteri penyebab penyakit tuberkulosis. Penyakit ini bisa membentuk berbagai menifestasi klinis dengan tingkat keparahan yang bervariasi. 

Saat vaksin BCG diberikan, tubuh mengenal antigen yang terdapat di dalam vaksin yang tersebut. Vaksin berisi bakteri Mycobacterium bovis yang dilemahkan. Kandungan ini tidak menimbulkan penyakit jika dimasukkan ke dalam tubuh. 

Meskipun isi dari vaksin BCG merupakan bakteri yang berbeda, namun karakteristiknya mirip dengan bakteri yang menyebabkan tuberkulosis, yaitu Mycobacterium tuberculosis. 

Ketika vaksinasi diberikan, tubuh mengenali adanya benda asing di dalam tubuh. Kondisi ini merangsang reaksi sel-sel kekebalan dalam tubuh, termasuk di dalamnya makrofag dan limfosit. Pada proses ini juga akan terbentuk antibodi. 

Ketika tubuh sudah memiliki antibodi yang terbentuk, tubuh sudah “mengenal” atau mengingat bentuk dari bakteri tersebut karena adanya sel memori. Oleh karena itu, jika suatu saat terdapat bakteri serupa yang masuk ke dalam tubuh, sudah ada antibodi yang dapat melawannya. 

Vaksinasi tidak selalu mencegah terjadinya infeksi pada seseorang. Namun jika terjadi infeksi, gejala yang dialami oleh orang yang telah divaksinasi akan lebih ringan dibandingkan dengan yang tidak divaksinasi. 

Jadwal Vaksinasi 

Sesuai dengan jadwal vaksinasi yang disarankan oleh IDAI, pemberian vaksin BCG dapat dilakukan pada usia 0-2 bulan. Pemberian vaksin BCG sangat penting, khususnya pada anak agar dapat segera terbentuk imunitas tubuh yang baik dan menurunkan risiko terinfeksi TBC. 

Jika vaksinasi belum diberikan hingga usia 2 bulan, vaksinasi dapat tetap dilakukan hingga usia 1 tahun dengan melakukan pemeriksaan tes tuberkulin atau tes mantoux terlebih dahulu. Hal ini perlu dilakukan untuk memastikan anak tidak dalam kondisi terinfeksi TBC. 

Sesuai dengan rekomendasi, pemberian vaksin BCG dapat diberikan 1 kali seumur hidup dan tidak perlu diberikan booster. Namun jika ada kondisi medis tertentu yang mendasari, dokter yang menangani mungkin dapat melakukan pertimbangan terkait hal tersebut. 

Vaksin BCG diberikan pada area lengan sisi atas bagian luar atau di daerah deltoid. Pemberian diutamakan pada bagian lengan kiri. Pemberian vaksin menggunakan metode suntikan intradermal seingga akan terbentuk papul atau benjolan kecil pada area permukaan kulit pasca vaksinasi. 

Karena metode suntikan dalam pemberian vaksin BCG adalah intradermal, maka akan terbentuk bekas luka kecil atau scar pada area suntikan. Hal ini merupakan kondisi yang wajar dan tidak perlu dikhawatirkan. 

Efek Samping 

Setiap tindakan medis pasti dapat menimbulkan efek samping tertentu. Namun jika dibandingkan antara efek samping dengan dampak positif yang diberikan dari tindakan vaksinasi BCG, maka akan ditemukan jauh lebih banyak dampak positif yang ditimbulkan. 

Pasca vaksinasi, seringkali ditemukan adanya keluhan pada area suntikan seperti perubahan warna kulit menjadi kemerahan, gatal, nyeri hingga bekas luka kecil, khususnya pasca vaksin BCG. Namun kondisi ini biasanya akan pulih dengan sendirinya seiring dengan berjalannya waktu. 

Untuk membantu meredakan keluhan, bila diperlukan dapat diberikan tatalaksana dan obat sesuai gejala. Pemberian kompres dingin dapat membantu meredakan peradangan. Jika nyeri cukup mengganggu dapat diberikan obat pereda nyeri. 

Pada beberapa orang, dapat terjadi reaksi tubuh yang cukup kuat pasca vaksinasi hingga menyebabkan pembesaran kelenjar getah bening. Namun kondisi ini  juga akan membaik tanpa memerlukan terapi khusus. Jika kondisi menetap dan mengganggu, dapat melakukan pemeriksaan lebih lanjut dengan dokter. 

Pada beberapa orang dengan reaksi hipersensitivitas atau alergi yang berat, dapat terjadi reaksi alergi pasca vaksinasi. Keluhan yang muncul dapat sangat bervariasi. Meskipun jarang, dapat ditemukan keluhan ruam, demam, hingga reaksi anafilaksis. Oleh karena itu, sangat penting untuk berkonsultasi dengan dokter sebelum tindakan. 

Efek samping lain yang relatif jarang ditemukan adalah infeksi sekunder atau abses. Kondisi ini biasanya terjadi karena pemberian vaksin dengan metode yang tidak steril. Sangat penting untuk dapat memberikan vaksin dengan menjaga kebersihan dan sterilitas alat dan lingkungan. 

Efek samping pasca vaksinasi BCG biasanya sangat kecil. Namun sangat penting untuk tetap melakukan konsultasi sebelum tindakan vaksinasi untuk menilai apakah ada faktor risiko tertentu yang dapat meningkatkan risiko timbulnya efek samping pasca vaksinasi. Khususnya terkait dengan reaksi alergi. 

Vaksin BCG untuk Anak 

Sesuai dengan rekomendasi IDAI untuk pemberian vaksin anak, vaksinasi BCG harus diberikan sebelum anak menginjak usia 2 bulan. Jika tidak ada kontra indikasi tertentu, pemberian vaksin sebaiknya harus sesuai dengan jadwal. 

Hal ini sangat penting dilakukan agar imunitas tubuh anak terbentuk dengan optimal. Anak dapat memiliki antibodi yang cukup dan sesuai dengan usianya sehingga jika suatu saat terpapar dengan bakteri atau virus tertentu, tubuh sudah memiliki “bekal” berupa antibodi yang terbentuk pasca vaksinasi. 

Meskipun vaksin BCG tidak selalu dapat mencegah TB paru pada anak, namun antibodi yang terbentuk dapat membantu imunitas tubuh. Sehingga jika suatu saat terinfeksi, maka gejala yang dialami tidak terlalu berat dan risiko tertular dan menularkan akan lebih rendah. 

 

Ditulis oleh dr. Valda Garcia
Ditinjau oleh dr. Ernest Eugene