RS Bunda Group

Bunda Hospital Group

News & Articles

  • Home
  • Penanganan Kehamilan Ektopik, Bunda Wajib Tahu

Penanganan Kehamilan Ektopik, Bunda Wajib Tahu

penanganan-kehamilan-ektopik-rs-bunda-group

Hasil test pack positif menjadi kabar bahagia bagi pasangan suami istri, tapi bagaimana jika ternyata Anda mengalami kehamilan ektopik? Apa maksudnya?

Baca Juga: Penjelasan Lengkap Tentang Kehamilan Ektopik, Bunda Wajib Paham

Kehamilan ektopik adalah kehamilan di luar kandungan yang mana kondisi tersebut memang tidak memiliki gejala khusus, bahkan seperti kehamilan normal pada umumnya. Biasanya baru terdeteksi setelah pemeriksaan USG.

Sel telur yang dibuahi seharusnya berkembang di dalam rahim sampai persalinan tiba. Namun dalam kondisi ektopik, sel telur tersebut justru berkembang di luar rahim yang mana bisa membahayakan bagi ibu maupun calon janin.

Apa penyebabnya? Bagaimana cara menanganinya? Berikut adalah penjelasan lebih lanjut tentang kehamilan ektopik dan bagaimana penanganannya.

Apa itu Kehamilan Ektopik?

Kehamilan ektopik merupakan kondisi di mana sel telur yang berhasil dibuahi mengendap atau menempel pada tuba Fallopi, tidak berpindah ke rahim. Kondisi ini memang cukup umum terjadi, tapi penanganan yang tepat dapat mencegah komplikasi.

Ibu akan merasakan gejala kehamilan seperti pada umumnya. Namun dalam kondisi kehamilan ektopik biasanya disertai dengan nyeri panggul yang cukup hebat. Tidak sedikit yang disertai dengan pendarahan akibat luruhnya jaringan tuba Fallopi.

Wanita yang memiliki gangguan pada organ reproduksi dan tuba Fallopi cenderung mengalami kondisi hamil ektopik. Bahkan jika sebelumnya pernah mengalami kehamilan ektopik, tidak menutup kemungkinan pada kehamilan berikutnya juga akan mengalami hal yang sama.

Baca Juga: 7 Kondisi Pada Wanita yang Harus Mengalami Histerektomi Total

Berikut beberapa faktor yang dapat meningkatkan resiko hamil ektopik, antara lain:

  • Wanita hamil dengan usia di atas 35 tahun
  • Punya riwayat endometriosis dan radang panggul
  • Pernah mengalami kehamilan ektopik sebelumnya
  • Menderita penyakit menular seksual seperti klamidia dan gonore
  • Pernah mengalami keguguran berulang
  • Pernah melakukan operasi panggul dan perut
  • Kebiasaan merokok
  • Sering memakai alat kontrasepsi spiral
  • Sedang menjalani perawatan terkait kesuburan

Diagnosis Kehamilan Ektopik

Sayangnya, tidak ada gejala khusus yang menunjukkan ibu mengalami kehamilan ektopik. Bahkan tanda-tandanya pun mirip seperti kehamilan pada umumnya seperti berhentinya siklus menstruasi, merasakan mual dan payudara mengeras.

Oleh karena itu, untuk mendiagnosis kondisi kehamilan Anda, sebaiknya segera lakukan pemeriksaan ke dokter setelah mengetahui hasil tes positif. Apalagi jika disertai dengan gejala berlebihan seperti nyeri yang tidak tertahankan hingga pendarahan.

Dokter kandungan akan melakukan pemeriksaan menggunakan USG transvaginal untuk memastikan apakah kehamilan normal atau ektopik. Dokter juga melakukan prosedur pemeriksaan organ reproduksi pasien untuk memastikan lokasi kehamilannya tepat.

Selain itu, biasanya juga perlu dilakukan tes darah untuk mengetahui hormon hCG (hormon untuk menjaga kehamilan dan perkembangan janin) dan progesteron (hormon yang mengubah bentuk tubuh seiring perkembangan kehamilan). Pada kehamilan ektopik, kedua hormon tersebut memiliki nilai lebih rendah dibandingkan kehamilan normal.

Sebaiknya segera lakukan pemeriksaan ke dokter jika Anda mendapati beberapa gejala seperti sakit perut tidak normal, menstruasi terlambat, atau mengalami perdarahan menstruasi yang berbeda dari biasanya.

Pilihan Penanganan

Hamil ektopik adalah kondisi serius dan perlu mendapatkan penanganan segera. Hal itu karena sel telur tidak tumbuh dengan normal dan berada diluar rahim. Sehingga harus segera diangkat untuk mencegah komplikasi, berikut beberapa metode penanganannya:

1.      Suntik Methotrexate

Suntik Methotrexate merupakan penanganan taha

p awal yang paling direkomendasikan. Pemberian obat melalui suntikan ini akan bekerja untuk menghentikan perkembangan sel ektopik sekaligus menghancurkan sel tersebut.

Setelah penyuntikan, dokter akan memantau hormon HCG setiap 2 atau 3 hari sampai kadarnya menurun. Apabila sudah menurun, artinya kehamilan tersebut sudah tidak berkembang.

2.      Bedah Laparoskopi

Metode lainnya untuk menangani kehamilan ektopik yakni melalui bedah laparoskopi. Disebut juga sebagai operasi lubang kunci, yaitu prosedur pengangkatan jaringan ektopik yang menempel di tuba falopi. Apabila kondisinya masih memungkinkan, tuba Falopi dapat diperbaiki tanpa perlu pengangkatan.

3.      Bedah Laparotomi

Jika kondisi ibu disertai dengan perdarahan hebat, maka perlu tindakan operasi laparatomi, yakni mengangkat jaringan ektopik di tuba falopi melalui sayatan pada perut.

Memang tidak ada cara khusus untuk mencegah seorang wanita mengalami hamil diluar rahim. Namun ada beberapa upaya pencegahan yang dapat dilakukan, diantaranya:

  • Menghindari perilaku seksual berisiko seperti bertukar pasangan atau aktivitas seks tanpa memakai pengaman
  • Tidak merokok dan menghindari asap rokok sejak sebelum kehamilan
  • Melakukan tes darah dan USG secara dini dan rutin untuk memantau perkembangan masa kehamilan agar kondisi ini dapat dideteksi lebih dini dan segera mendapatkan penanganan

Baca Juga: Serupa Tapi Tak Sama, Ini Perbedaan Miom dan Kista

Seseorang yang mengalami beberapa kali kehamilan ektopik dan kedua tuba falopinya diangkat, maka harus melakukan program hamil khusus apabila ingin merencanakan kehamilan lagi. Salah satunya dengan in Vitro fertilization, yaitu memasukkan embrio langsung ke dalam rahim untuk mencegah kehamilan ektopik kembali.

Perlu diketahui, sebaiknya menunggu sekitar 3 bulan jika ingin merencanakan kehamilan kembali apabila sebelumnya mengalami hamil ektopik. Karena peluang untuk kembali hamil ektopik lebih besar bagi yang pernah mengalaminya.

Baca Juga: Waspada Hipertensi Dalam Kehamilan: Berbahaya!

Reservasikan konsultasi Anda dengan ahli pilihan RS Bunda Group di jadwal dokter. Kunjungi juga laman informasi untuk menemukan layanan kesehatan lainnya.

Share This Article: